Jarang Diperhatikan, Murid Perbatasan Maros Belajar di Ruang Tidak Layak
setiap tahun mengucurkan anggaran pendidikan yang cukup besar. Ternyata, anggaran tersebut tidak dirasakan oleh murid pedalaman.
Penulis: Ansar | Editor: Nurul Adha Islamiah
Laporan Wartawan Tribun Timur, Ansar Lempe
TRIBUN TIMUR.COM, MAROS - Kasihan, belasan murid di kampung Galung-galung, Desa Rompegading, Kecamatan Cenrana, Maros, terpaksa belajar di ruang kelas mirip kandang ternak.
Meski sudah delapan tahun sekolah tersebut dibangun, namun bangunannya tidak pernah diperbaiki atau mendapat perhatian dari pemerintah.
Padahal pemerintah, setiap tahun mengucurkan anggaran pendidikan yang cukup besar. Ternyata, anggaran tersebut tidak dirasakan oleh murid pedalaman.
Baca: AKP Asnada Asap Resmi Jabat Kasat Intel Polres Sidrap
Baca: INNALILLAH Presiden Jokowi Berduka, Keluarganya Meninggal Dunia saat Umrah, Ini Penyebabnya
Baca: Anjasmara Benar-benar Polisikan Penghina Istrinya Dian Nitami, Ini Hukuman Menanti Corissa Putrie
Sekolah Galung-galung tersebut di nama Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) An-nas. Sekolah itu dibangun oleh yayasan yang berada tepat di kaki gunung Bulusaraung, perbatasan Maros-Pangkep.
Seorang warga, Sanusi mengatakan, Kamis (3/1/2019) meski kondisi bangunan yang memprihatinkan dan tidak membuat nyaman, namun murid tetap bersemangat menuntut ilmu.
Setiap hari, 14 siswa mulai dari kelas satu hingga enam, belajar di ruangan berukuran 5 kali 7 meter. Lantai sekolah tidak beton atau ditagel. Kaki murid langsung bersentuhan dengan tanah.
"Dinding sekolah yang terbuat dari papan juga sudah lapuk dan rusak. Hal itu membuat kondisi ruangan terbuka. Sekolah itu satu-satunya di kampung kami," katanya.
Jika warga baru berkunjung ke sekolah tersebit, maka akan kesulitan membedakan tempat pintu dan dinding. Keduanya menganga.
Murid dan orangtua tidak punya pilihan lain, selain menyekolahkan anaknya di MIS An-nas. Alasannya, jarak Seolah Dasar (SD) terdekat mencapai 3 kilometer.
Untuk menuju ke SD tersebut hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Itupun harus menyeberang ke Kabupaten Pangkep.
Sementara SD yang masuk wilayah Maros, jaraknya mencapai 9 kilometer. Hal itu membuat orangtua menyekolahkan anaknya di sekolah tidak layak tersebut.
"Kami ingin menyekolahkan anak di SD. Tapi jaraknya tiga kilometer. Lebih dekat ke Pangkep dibanding ke sekolah yang ada di Maros. Kita juga harus jalan kaki jika mau ke SD. Jadi pulang pergi, anak harus jalan laki enam kilometer," katanya.
Meski begitu, beberapa anak usia SD memilih bersekolah di wilayah Pangkep. Murid tersebut ikut dengan saudaranya yang melanjutkan pendidikan ke SMP dan SMA di Kecamatan Balocci, Pangkep.
Karena perjalanan jauh, murid harus bangun subuh. Setelah mandi dan sarapan, mereka berangkat sebelum pukul 5.00 wita.
"Ada juga yang sekolah ikut sama kakaknya ke Pangkep. Setiap hari mereka jalan itu melewati bukit dan melintasi perbatasan Maros- Pangkep. Yang tidak ada kakaknya, harus sekolah di kampung," katanya.
Selain kondisi sekolah, sistem pembelajaran bagi murid juga terbilang memprihatinkan. Pasalnya hanya ada satu guru yang mengajar setiap hari.
Guru tersebut yakni Hasmiah. Setiap hari, Hasmiah juga kewalahan mengajar anak didiknya. Semua mata pelajaran juga harus dikuasai.
Baca: Gantengnya Daffa Wardhana Hingga Mayangsari Mau Jadikan Mantu & Reaksi Bella Saphira
Baca: Rocky Gerung Tak Nikah Meski Sudah 56 Tahun, Padahal Kerap Digoda Sosok Ini, Berikut Alasannya
Baca: Ini Pertanda Apa? Awan Tsunami Diabadikan di Langit Makassar, Pesawat Putar-putar Nyaris 30 Menit
Baca: Lakukan Hubungan Terlarang di Malam Tahun Baru, Rumah Warga Borongtala Jeneponto Dibongkar
Baca: 3 Kejutan Transfer yang Paling Ditunggu, Untuk Persebaya dan Persija, Bagaimana Persib dan PSM?
Subscribe untuk Lebih dekat dengan tribun-timur.com di Youtube:
Jangan lupa follow akun instagram tribun-timur.com