Tak Mau Urus Izin Upacara Kematian Rambu Solo, Warga Sekke Bontongan Toraja Utara Tutup Jalan
Penutupan tersebut juga menghambat warga menuju lokasi ritual adat pemakaman (Rambu Solo) Alm Nenek Bongi di Lingkungan Sekke Bontongan.
Penulis: Risnawati M | Editor: Imam Wahyudi
Laporan Wartawan TribunToraja.com, Risnawati
TRIBUNTORAJA.COM, RANTEPAO - Sejumlah warga menutup jalan setapak Lingkungan Sekke Bontongan, Lembang (Desa) Tombang Langda, Kecamatan Sopai, Kabupaten Toraja Utara, Rabu (26/12/2018).
Jalan ditutup dengan cara menebang pohon pinus dan kayu nato lalu dibentangkan di tengah jalan.
Penutupan tersebut juga menghambat warga menuju lokasi ritual adat pemakaman (Rambu Solo) Alm Nenek Bongi di Lingkungan Sekke Bontongan.
Kapolsek Sopai, Iptu Daud Masangka bersama anggota Polsek mendatangi lokasi penutupan jalan.
"Di duga penebangan kayu dilakukan masyarakat Tombang Langda karena pesta Rambu Solo Almarhum Nek Bongi berada dalam wilayah itu, pihak keluarga menggelar pesta adat tidak mau mengurus administrasi perizinan keramaian kegiatan di Kantor Lurah Lembang Tombang Langda, maka pemerintah merasa keberatan," ujar Iptu Daud.
Lanjut Daud menjelaskan, dilakukan berapa kali pertemuan antara pihak pemerintah desa Tombang Langda dan Kecamatan Sopai bersama pemerintah Kelurahan Lemo, Kecamatan Makale (Tana Toraja) dengan pihak keluarga Almarhum Nek Bongi untuk membahas lokasi tempat kegiatan Rambu Solo.
"Sebab, letak lokasi kegiatan berada dalam lokasi administrasi pemerintahan Tombang Langda, namun pihak keluarga Almarhum Nek Bongi tidak mau mengurus administrasi perizinan," jelas Daud.
Demi meredam situasi dilapangan, Polsek Sopai bersama anggota dibantu Polsek Makale, Danramil Makale dan Danramil Sanggalangi untuk melakukan pendekatan terhadap Kepala Lembang Tombang Langda dan juga masyarakat agar membuka jalan menuju ke lokasi pesta Rambu Solo Alm Nek Bongi.
"Dari hasil negosiasi, jalan yang ditutup telah dibuka oleh personil gabungan TNI Kodim 1414 Tana Toraja dan Polres Tana Toraja bersama masyarakat setempat," tutupnya.
Keunikan Rambu Solo
Orang Toraja memiliki dua jenis upacara adat yang populer yaitu Rambu Solo dan Rambu Tuka. Rambu Solo adalah upacara pemakaman, sedangkan Rambu Tuka adalah upacara atas rumah adat yang baru direnovasi.
Khusus Rambu Solo, masyarakat Toraja percaya tanpa upacara penguburan ini maka arwah orang yang meninggal tersebut akan memberikan kemalangan kepada orang-orang yang ditinggalkannya.
Orang yang meninggal hanya dianggap seperti orang sakit, karenanya masih harus dirawat dan diperlakukan seperti masih hidup dengan menyediakan makanan, minuman, rokok, sirih, atau beragam sesajian lainnya.
Dikutip dari Kompas.com, upacara pemakaman Rambu Solo adalah rangkaian kegiatan yang rumit ikatan adat serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Persiapannya pun selama berbulan-bulan. Sementara menunggu upacara siap, tubuh orang yang meninggal dibungkus kain dan disimpan di rumah leluhur atau tongkonan.
Puncak upacara Rambu Solo biasanya berlangsung pada bulan Juli dan Agustus.
Saat itu orang Toraja yang merantau di seluruh Indonesia akan pulang kampung untuk ikut serta dalam rangkaian acara ini. Kedatangan orang Toraja tersebut diikuti pula dengan kunjungan wisatawan mancanegara.
Dalam kepercayaan masyarakat Tana Toraja (Aluk To Dolo) ada prinsip semakin tinggi tempat jenazah diletakkan maka semakin cepat rohnya untuk sampai menuju nirwana.
Bagi kalangan bangsawan yang meninggal maka mereka memotong kerbau yang jumlahnya 24 hingga 100 ekor sebagai kurban (Ma’tinggoro Tedong).
Satu di antaranya bahkan kerbau belang yang terkenal mahal harganya.
Upacara pemotongan ini merupakan salah satu atraksi yang khas Tana Toraja dengan menebas leher kerbau tersebut menggunakan sebilah parang dalam sekali ayunan. Kerbau pun langsung terkapar beberapa saat kemudian.
Masyarakat Toraja hidup dalam komunitas kecil di mana anak-anak yang sudah menikah meninggalkan orangtua mereka dan memulai hidup baru di tempat lain.
Meski anak mengikuti garis keturunan ayah dan ibunya tetapi mereka semua merupakan satu keluarga besar yang tinggal di satu rumah leluhur (tongkonan).
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial Suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual Suku Toraja.
Oleh karena itu, semua anggota keluarga diharuskan ikut serta sebagai lambang hubungan mereka dengan leluhur.(*)