Tak Mau Urus Izin Upacara Kematian Rambu Solo, Warga Sekke Bontongan Toraja Utara Tutup Jalan
Penutupan tersebut juga menghambat warga menuju lokasi ritual adat pemakaman (Rambu Solo) Alm Nenek Bongi di Lingkungan Sekke Bontongan.
Penulis: Risnawati M | Editor: Imam Wahyudi
Persiapannya pun selama berbulan-bulan. Sementara menunggu upacara siap, tubuh orang yang meninggal dibungkus kain dan disimpan di rumah leluhur atau tongkonan.
Puncak upacara Rambu Solo biasanya berlangsung pada bulan Juli dan Agustus.
Saat itu orang Toraja yang merantau di seluruh Indonesia akan pulang kampung untuk ikut serta dalam rangkaian acara ini. Kedatangan orang Toraja tersebut diikuti pula dengan kunjungan wisatawan mancanegara.
Dalam kepercayaan masyarakat Tana Toraja (Aluk To Dolo) ada prinsip semakin tinggi tempat jenazah diletakkan maka semakin cepat rohnya untuk sampai menuju nirwana.
Bagi kalangan bangsawan yang meninggal maka mereka memotong kerbau yang jumlahnya 24 hingga 100 ekor sebagai kurban (Ma’tinggoro Tedong).
Satu di antaranya bahkan kerbau belang yang terkenal mahal harganya.
Upacara pemotongan ini merupakan salah satu atraksi yang khas Tana Toraja dengan menebas leher kerbau tersebut menggunakan sebilah parang dalam sekali ayunan. Kerbau pun langsung terkapar beberapa saat kemudian.
Masyarakat Toraja hidup dalam komunitas kecil di mana anak-anak yang sudah menikah meninggalkan orangtua mereka dan memulai hidup baru di tempat lain.
Meski anak mengikuti garis keturunan ayah dan ibunya tetapi mereka semua merupakan satu keluarga besar yang tinggal di satu rumah leluhur (tongkonan).
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial Suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual Suku Toraja.
Oleh karena itu, semua anggota keluarga diharuskan ikut serta sebagai lambang hubungan mereka dengan leluhur.(*)