MARSS Tagih Janji KPK Tuntaskan Kasus Korupsi di Sulsel
Ada beberapa kasus korupsi di Sulsel yang telah disupervisi oleh lembaga rasuah itu, sampai saat ini tidak ada perkembangan.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Suryana Anas
Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Sejumlah lembaga dan akademisi yang tergabung dalam Masyarakat Anti Korupsi Sulawesi Selatan mengkritisi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK terkesan tidak memiliki taring lagi dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, khusus di Sulawesi Selatan.
Pasalnya, ada beberapa kasus korupsi di Sulsel yang telah disupervisi oleh lembaga rasuah itu, sampai saat ini tidak ada perkembangan.
Baca: Gubernur Sulsel, Wakil Ketua KPK dan Mahfud MD Bahas Pemberantasan Korupsi di Makassar
"Ada beberapa kasus tipikor yang diadvokasi masyarakat sipil dan mendapat sorotan luas, tetapi tidak ada perhatian. Bahkan sudah terang kerugian negara dan aktor atau tersangka," kata perwakilan MARSS, Abdul Mutalib.
Direktur Lembaga Anti Corruption Commitee (ACC) Sulawesi ini juga mengaku sudah beberapa kali menyurati lembaga anti rasuah itu. Tetapi KPK hanya membalas dengan surat tanpa ada progres dan tindakan nyata.
Baca: Fungsi Koordinasi - Supervisi KPK Belum Maksimal, Ini Sikap Masyarakat Anti Korupsi
Berdasarkan catatan MARSS ada beberapa kasus di Sulsel yang disupervisi KPK yakni kasus dugaan korupsi
reklamasi Center Point of Indonesia (CPI) di Pantai Losari. Pembebasan Lahan
Bandara Mangkendek Toraja.
Kasus penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar. Korupsi Alkes Pangkep dan Pembangunan Laboratorium Olahraga Fak Teknik UNM.
"Fungsi koordinasi dan suvervisi KPK terhadap kasus yang ditangani Kejaksaaan dan Kepolisian sudah tidak maksimal dalam membongkar secara utuh kasus itu," sebutnya.
Talib berharap penanganan korupsi di Indonesia khususnya di Sulsel ada action dari KPK. Musabahnya pelaku korupsi jalan terus karena tidak ada pengawasan.
Senada juga disampaikan Prof Marwan Mas. Tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak bisa menuntaskan kasus tindak pidana korupsi yang ditangani.
KPK disebut memiliki kewenangan lebih dibandingkan dengan institusi penegak hukum lainya seperti Kepolisian dan Kejaksaan.
"KPK boleh menyadap tanpa seizin dengan Pengadilan. Beda dengan kewenangan yang diberikan Polisi dan Kejaksaan ," tuturnya.
Marwan juga menyoroti terkait penanganan kasus Skandal Buku Merah yang diduga melibatkan dua eks penyidik KPK.
KPK diminta bekerja profesional, non diskriminatif dan tidak tebang pilih.
Pasalnya kasus ini sudah masuk perbuatan pidana menghalang halangi proses penyidikan.
"KPK harus tuntaskan kasus ini, kenapa kalau Advokad bermasalah yang menghalangi penyidik begitu reaktif. Tapi kalau melibatkan dari KPK tidak seperti itu," ujarnya.
Lebih dekat dengan kami, jangan lupa update dan subscribe channel Youtube tribun timur:
Follow kami juga di akun Instagram: