Bolehkah Vaksin MR yang Mengandung Unsur Babi Digunakan? ini Penjelasan Ustadz Abdul Somad
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalbar HM Basri Har membenarkan bahwa vaksin MR positif mengandung babi
Pernyataan Ketua MUI Kalbar
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalbar, Drs HM Basri HAR membenarkan informasi vaksin Measles Rubella (MR) yang diproduksi oleh Serum Institute of India (SII) dan didistribusikan di Indonesia oleh Biofarma positif mengandung babi dan Human Deploit Cell atau bahan dari organ manusia.
Seperti diketahui, dua bahan itu diharamkan oleh Komisi Fatwa MUI.
HM Basri Har mengatakan seyogyanya Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) telah lakukan pemeriksaan awal terhadap kandungan vaksin MR.
Baca: Kabut Asap Makin Pekat, Pemkab Kubu Raya Liburkan Sekolah Selama 2 Hari
“LPPOM sudah melakukan pemeriksaan. Sementara ini ditemukan ada unsur babi dan organ manusia. Hasilnya seperti itu, kami kontak terus dengan MUI Pusat,” ungkapnya, Minggu (19/8/2018) sore.
Otomatis, temuan ini membuat LPPOM MUI tidak bisa memberikan sertifikat halal.
Hal ini merujuk pada persyaratan dalam proses sertifikasi halal yang diterapkan oleh LPPOM MUI.
“Namun, karena program imunisasi ini sudah berjalan sekitar 20-an hari dan jadwal hanya sampai September. Menteri Kesehatan meminta kepada MUI agar mengeluarkan fatwa alternatif terkait hal ini,” terangnya.
MUI Kalbar, kata dia, juga telah mendapat konfirmasi dari MUI Pusat bahwa akan digelar Rapat Pleno yang dijadwalkan oleh MUI Pusat pada Selasa (21/8/2018).
Rapat pleno bertujuan menentukan sikap yang diambil oleh MUI terkait vaksin MR.
“Selasa tanggal 21 Agustus 2018, MUI Pusat akan rapat pleno untuk mengambil sikap seperti apa. Jadi karena itu, kami dari MUI Provinsi Kalbar belum bisa memberi kepastian fatwanya,” imbuhnya.
Ia menimpali sepanjang belum ada fatwa yang membolehkan terkait vaksin MR, maka pihaknya mengimbau umat muslim khususnya Kalbar untuk menunda imunisasi sesuai kesepakatan MUI Pusat dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) beberapa waktu lalu.
“MUI Pusat akan rapat pleno. Kita tetap masih menunggu hasil pleno. Apakah bisa kembali pada Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi, yakni karena ada unsur darurat atau lil-hajaat,” paparnya.
Ia meminta pemerintah melalui Kemenkes RI agar berusaha untuk mencari dan melakukan upaya bagaimana agar bisa punya vaksin yang halal.