CITIZEN REPORTER
I’tikaf di Masjidi Haram Padatnya Serasa Lebaran di Makassar
Apalagi kami bisa melakukannya pada 10 hari terakhir pada Ramadan 1439 H atau bertepatan pekan kedua Juni 2018.
Penulis: CitizenReporter | Editor: Jumadi Mappanganro
Fatimah Az Zahra
Jamaah Umrah Al Buruj Asal Kota Makassar
Melaporkan dari Mekkah, Arab Saudi
SUBHANALLAH. Alhamdulillah. Segala puji bagi-Nya.
Rasa syukur tak terkira kami panjatkan karena akhirnya kami bisa melakukan i’tikaf di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi.
Apalagi kami bisa melakukannya pada 10 hari terakhir pada Ramadan 1439 H atau bertepatan pekan kedua Juni 2018.
I’tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah SWT dan bermuhasabah (introspeksi) atas perbuatan-perbuatannya.
Inilah kali pertama saya menginjakkan kaki di Masjidil Haram yang memiliki luas lebih 356.800 meter persegi.

Yang mengagetkan saya karena rupanya i’tikaf di masjid terbesar di dunia ini sungguh sangat padat pada malam hari.
Saking padatnya, semua lantai masjid berisi penuh para mutakif (jamaah yang melakukan i’tikaf).
Bahkan hingga di halaman luar Masjidil Haram yang sudah berdekatan dengan hotel dan pusat belanja.
Serasa suasana salat Id di lapangan di Kota Makassar. Ini di luar perkiraan saya.

Merujuk wikipedia, masjid ini mampu menampung jamaah sebanyak 820.000 jamaah ketika musim haji dan mampu bertambah menjadi dua juta jamaah ketika salat Id.
Cepat Datang
Untuk melaksanakan i’tikaf di Masjidil Haram, kami harus berada di masjid sejak sore atau beberapa jam sebelum waktu berbuka puasa.
Kenapa? Saat berbuka puasa, Masjidil Haram sudah dipenuhi para jamaah.
Tidak terkecuali para jamaah umrah asal Indonesia.

Usai salat magrib, jamaah sudah kesulitan memasuki Masjidil Haram saking telah padatnya.
Kami bersyukur karena hotel yang ditempati jamaah umrah Al Buruj, Wadi Ibrahim, hanya berkisar 200-an meter dari Masjidil Haram.
Jadi kami hanya berjalan kaki dari hotel ke Baitullah.
Kami berbuka puasa di Masjidil Haram.
Enaknya, karena pengelola masjid menyediakan menu buka puasa yang beragam.
Ada roti, biskuit hingga kurma ajwa tersedia dalam jumlah yang banyak. Minumnya air zam-zam.

Walau jumlah jamaah sangat banyak, tak ada jamaah yang tak kebagian jatah ‘pabbuka.
Bahkan boleh dikata stoknya lebih.
Setelah itu para jamaah yang i’tikaf tak lagi keluar masjid hingga pagi.
Termasuk untuk aktivitas mandi kami lakukan di dalam masjid.
Saat sahur, kami juga tetap di masjid.
Petugas dari Al Buruj, agen travel yang kami gunakan berangkat umrah rutin mengantarkan makanan untuk sahur.
Makanan yang disajikan, ada dua jenis. Makanan Arab dan Indonesia.

Karena soal rasa, kami selalu memilih menu Indonesia. Isinya terdiri atas nasi dan ayam bakar.
Kadang juga nasi, ikan kakap, sayur terong, ayam.
Tak beda dengan menu makanan yang disajikan kepada kami di hotel. Ada nasi, daging kambing, ikan, ayam dan sayur.
Kami meninggalkan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin sejak Sabtu (3/6/2018) lalu.
Sebelum ke Arab Saudi, kami sempat transit di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Rencana kami akan berada di Arab Saudi hingga usai Lebaran. (*)