Kerja di Jakarta tapi Lebaran di Makassar, Dimanakah Seharusnya Bayar Zakat Fitrah? Ini Kata Ulama
Misalnya, keseharian kita kerja di Jakarta namun mudik dan salat iednya di Kota Makassar Sulawesi Selatan
TRIBUN-TIMUR.COM - Misalnya, keseharian kita kerja di Jakarta namun mudik dan salat iednya di Kota Makassar Sulawesi Selatan, Apakah zakat ditunaikan di Makassar atau Jakarta?
Pemimpin Redaksi Muslim.or.id Muh Abduh Tuasikal yang juga pimpinan Pesantren Darush Sholihin, mengatakan, zakat fitrah harus dibayar di tempat Anda salat Idul Fitri.
Pasalnya, zakat fitrah disalurkan di negeri tempat seseorang mendapatkan kewajiban zakat fitrah yaitu di saat ia mendapati waktu fithri (tidak berpuasa lagi).
Karena wajibnya zakat fithri ini berkaitan dengan sebab wajibnya yaitu bertemu dengan waktu fithri. (bisa disimak di Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 23: 345).
Dalam kitab Asnal Matholib Syarh Rowdhuth Tholib, ia berkata mengenai masalah zakat harta (zakat maal). Zakat tersebut ditunaikan di negeri di mana harta tersebut berada.
Sedangkan untuk zakat fitrah ditunaikan pada tempat di mana seseorang bertemu Idul Fithri karena itulah sebab wajibnya zakat fitrah. (Dinukil dari Fatwa Islam Web)
Misalnya, seseorang yang kesehariannya biasa di Jakarta, sedangkan ketika malam Idul Fithri ia berada di Makassar, maka zakat fithri tersebut ia keluarkan di Makassar karena di situlah tempat ia mendapati Idul Fithri.
Misalnya pula ada yang ketika hari Idul Fithri merantau ke Makassar, sedangkan istri berada di Jakarta. Maka istri menunaikan zakat fitrah di Jakarta, sedangkan suami menunaikannya di Bone.
Muh Abduh Tuasikal memberi catatan: yang perlu diperhatikan, zakat tersebut tetap disalurkan sebelum shalat ‘ied. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kalau disalurkan setelah shalat ‘ied. Statusnya berarti sedekah biasa, namun tetap wajib ditunaikan.
Menurut madzhab Syafi’i, seorang suami ternyata tidak hanya diwajibkan membayarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri melainkan juga punya kewajiban menanggung yang lainnya.
Siapa saja yang ditanggung?
Imam Nawawi menyebutkan bahwa ada tiga golongan yang ditanggung zakat fitrahnya: (1) karena sebab kepemilikan budak, (2) karena sebab pernikahan, (3) karena sebab hubungan kerabat.
Tiga golongan di atas yang wajib ditanggung nafkahnya, maka wajib membayarkan zakat fitrah untuknya. (Al Majmu’, 6: 45)
Berarti seorang budak ditanggung zakatnya oleh tuannya.
Istri ditanggung zakatnya oleh suami.
Sedangkan untuk anggota keluarga jika ditanggung nafkahnya, maka bisa ditanggung zakatnya.
Asy Syairozi berkata, “Siapa yang wajib bayar zakat fitrah, maka ia wajib membayar zakat fitrah untuk orang yang ia tanggung nafkahnya jika mereka adalah musim dan ia mempunyai kelebihan makanan.
Ia hendaklah membayarkan zakat fitrah untuk ayah dan ibunya, begitu pula untuk kakek dan neneknya seterusnya ke atas.
Begitu pula ia hendaklah membayar zakat fitrah untuk anak dan cucunya seterusnya ke bawah.
Menanggung zakat fitrah untuk ayah dan ibunya serta untuk kakek dan neneknya seterusnya ke atas namun dengan syarat mereka memang ditanggung nafkahnya.” (Al Majmu’, 6: 44)
Jika orang tua masih bisa mandiri tanpa tanggungan dari anak, maka orang tua menunaikan zakatnya sendiri.