Tulis Novel Berbahasa Inggris, Gadis SMP Asal Makassar Tuai Pujian Tokoh Nasional
Adinda Saraswati (16), siswi kelas IX ACS International School Jakarta, menuai pujian banyak jurnalis dan tokoh nasional.
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Edi Sumardi
TRIBUN-TIMUR.COM - Adinda Saraswati (16), siswi kelas IX (kelas III SMP) ACS International School Jakarta, menuai pujian banyak jurnalis dan tokoh nasional.
(Ralat: maaf, sebelumya ditulis SMA)
Gadis keturunan Bugis ini, menulis novel berbahasa Inggris berjudul 'Things That Live Within'.
Pekan depan, bertepatan ulang tahunnya yang ke-16, Rabu (6/6/2018) pekan depan, novel yang diterbitkan Gramedia, April 2018 ini akan diluncurkan di Sogo 5th Level, Senayan City, Jakarta.

Sejumlah jurnalis, tokoh nasional pun memberi testimoni dan pujian atas kepiawain putri kedua pasangan Akbar Faizal dengan Andi Syamsartika Virawati ini.
Menteri Pemuda dan Olahraga RI Imam Nahrawi, jurnalis dan presenter Najwa Shihab, Pemred Kompas TV Rosiana Silalahi, presenter Andy F Noya, penulis dan penyanyi Dee Lestari, sutradara film Riri Riza, pakar marketing Prof Rhenald Kasali, kritikus seni Wicaksono Adi, dan penulis buku Best Seller Public Speaking, Charles Bonart Sirait, ikut membubuhkan testimoni untuk kepiawaian putri kedua politisi Partai Nasdem ini.
Rosiana menilai, Dinda, sapaan Adinda memiliki kekuatan yang luar biasa yang semangat.
“Teruskan semangat mu sayang…Teruslah maju dan berkarya,” tulis Rosiana.
“Ditulis oleh seorang gadis remaja berusia 15 tahun bernama Adinda Saraswati, Things That Live Within adalah novelia yang merupakan bukti kemerdekaan kita” tulis Riri Riza yang juga adalah sutradara film beken di Tanah Air.
Imam sendiri terkesima dan berinteraksi dengan Adinda, saat panitia SEA Games di Malaysia, September 2017, salah memasang bendera Indonesia yang terbalik.
Mewakili perasaan pemuda dan pemudi Indonesia, Adinda menulis surat untuk Perdana Menteri Malaysia, Nadjib Tun Abdul Razak.
Setelah viral melalui media sosial, Imam menelepon ayah Adinda.
“Imam berterima kasih Adinda sudah menyuarakan kemarahan kita sebagai sebuah bangsa,” kata Akbar kepada Tribun, Kamis (31/5/2018).
Di halaman Blur novel bersampul hitam ini, Imam menulis, “Dia inspirasiku. Tak banyak anak anak seusia Dinda yang mau berpikir keras melihat keadaan di depannya yang penuh tantangan dan dinamika.,” tulis politisi PKB itu.
Adinda lahir di Jakarta, 6 Juni 2002 .

Kakaknya, Gagah Akbar Faizal, kini menyelesaikan pendidikan di Akademi Polisi, Semarang.
Adik bungsunya, kini masih duduk di bangku kelas VI SD.
Dinda mulai proses penulisan saat kelas VI.
“Adinda dari sekolah semi pesantren di Depok. Jadinya serba tanggung, bahasa Inggris nggak bisa apalagi bahasa Arab,” kata Akbar.
Selama setahun, Dinda kesulitan di sekolah barunya saat pindah sekolah di dekat rumahnya, di kawasan Cipayung, Jakarta Timur.
Di sekolah itu, bahasa Inggris jadi bahasa pengantar.
“Lima bulan Adinda berderai air mata di meja belajar setiap malam karena tak kuat mengikuti pelajaran. Dia juga tidak paham bahasanya. Setiap pagi, dia tersiksa saat akan pergi ke sekolah. Dia jug di-bully temannya.”
Sebagai ayah, Akbar mengaku jauh lebih menderita menyaksikan beban sang putri.
“Kubimibing dia agar bisa mengikuti pelajaran. Kuajak diskusi dan motivasi tentang apa saja. Kuberikan dia bahan bacaan apa saja dari sastra hingga politik.
Kuajak ke tempat-tempat diskusi tenntang apa saja. Alhamdulillah setahun, berhasil!” ujar Akbar.
Akbar melanjutkan ceritanya; Dinda secara diam-diam menulis tentang apa saja dalam bahasa Indonesia, tapi kebanyakan dalam bahasa Inggris.
Tema tulisan mulai soal situasi sosial politik dalam dan luar negeri, tapi dia tertarik politik luar negeri.
Beberapa catatannya di laman akun Facebooknya, Adinda Saraswati Akbar viral melalui media sosial saat panitia SEA Games di Malaysia salah memasang bendera Indonesia yang terbalik.

“Adinda ini sedikit introvert. Dia lebih banyak diam apalagi jika dia tak menyukai suasana atau sesuatu bahan pembicaraan. Dia bahkan bisa pergi begitu saja jika sudah sangat bosan. Tapi proses pengendapan sebuah peristiwa di memori dia amat kuat dan menulis adalah pelariannya, “ kata Akbar.
Kini, Dinda movel keduanya.
“Meski tak pernah dia ungkapkan secara terbuka. Tapi saya tahu kalau dia lebih banyak di kamarnya maka dia sedang menulis sesuatu. Begitupula proses penulisan novel pertamanya ini.“
Akbar bercerita, kebiasaan anaknya, membeli buku satu demi satu di toko buku.
Dinda baru akan beli buku baru kalau buku yang dibelinya itu sudah dibaca habis.

Sebagai mantan editor di surat kabar Harian dan majalah ekonomi, Akbar mengakui anaknya kuat dalam pemilihan kata dan diksi.
“Dia berani mengelaborasi kata dan makna.”
Kini, pada tahun ketiga sekolahnya, Dinda menjadi role model untuk teknik penulisan dan creative writing.
Akbar mengakui anaknya punya kemampuan detil tentang riset sebelum menulis.
“Dinda akhirnya mengajari teman-temannya yang dulu mem-bully-nya juga. Angka-angka hasil ujian di sekolahnya masuk kategori top level. Saya kagum pada bagaimana anak saya ini memaksa dirinya berhasil melewati kesulitan. Dia sangat disiplis tertata rapi. Tak ada satupun hal yang dia lakukan tanpa perencanaan bahkan untk persiapan bajunya esok harinya.”(*)