Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Perda Retribusi Jasa Usaha Akan Diperbarui, Ikuti Inflasi dan Kenaikan Harga

Pemprov berupaya merampungkan Ranperda tentang perubahan Perda nomor 1 tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha.

Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Suryana Anas
HANDOVER
Workshop yang digelar Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) di Hotel Clarion Jl AP Pettarani Makassar, Rabu (16/5/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Muhammad Fadhly Ali

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemerintah Provinsi Sulsel terus berupaya merampungkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang perubahan Perda nomor 1 tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha.

Salah satunya melalui workshop yang digelar Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) di Hotel Clarion Jl AP Pettarani Makassar, Rabu (16/5/2018).

Perda tersebut diubah karena sudah tak sesuai dengan kondisi terkini.

Penjabat Sekretaris Daerah Sulsel, Tautoto Tanaranggina, mengatakan perubahan Perda ini dilakukan dengan beberapa alasan.

Seperti adanya beberapa peraturan perundang-undangan terkait perda ini yang sudah dihapus, dicabut, diganti, dan ditambah.

"Selain itu ada pelimpahan kewenangan baru yang diterima provinsi dari kabupaten-kota akibat berlakunya UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yaitu retribusi pengelolaan terminal tipe B. Serta adanya retribusi baru yang belum diatur seperti rumah susun sederhana sewa dan penyadapan getah pinus," kata Tautoto dalam rilisnya, Rabu (16/5/2018).

Kepala Bapenda Sulsel ini menyebutkan tarif retribusi jasa usaha yang berlaku saat ini layak direvisi karena biaya pengelolaan ikut meningkatkan seiring pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kenaikan harga.

Ditambah peningkatan perkapita masyarakat Sulsel selama 5 tahun terakhir.

Diketahui, saat ini Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha telah berlaku selama lebih 6 (enam) tahun sejak diberlakukan secara efektif pada 13 Januari 2012 lalu.

Sejak diberlakukan, penerimaan yang bersumber dari retribusi jasa usaha berkontribusi terhadap total retribusi daerah rata-rata sebesar 22 persen.

"Potensi pendapatan Rp 18 miliar bisa naik menjadi Rp 24 miliar, termasuk potensi dari getah pinus yang bisa mencapai Rp 2 miliar. Perda ini kemudian di dorong ke DPRD prosesnya memakan 2 bulan tetapi berharap tahun ini," ungkapnya.

Adapun komposisi persentase penerimaan retribusi jasa usaha terdiri dari 70 persen retribusi pemakaian kekayaan daerah, 25 persen dari retribusi penjualan produksi usaha daerah, 1,75 persen dari retribusi tempat rekreasi dan olahraga, 2 persen dari retribusi layanan kepelabuhanan.

Khusus untuk pengelolaan terminal tipe B, saat ini proses penyerahan dari kabupaten-kota ke provinsi masih berproses.

Masih ada beberapa daerah yang enggan menyerahkan aset dan personil yang ada di terminal yang melayani angkutan antar kabupaten-kota dalam provinsi ini.

"Ini harus menjadi perhatian dari dinas perhubungan, sebab sesuai aturan harus diserahkan. Sekali lagi kita tak boleh memungut retribusi tanpa dasar hukum. Jika aturan ini selesai harus segera diselesaikan," lanjutnya.

Kepala Bidang Perencanaan dan Pelaporan Bapenda Sulsel, Reza Faisal Saleh menambahkan tujuan pelaksanaan workshop ini untuk memantapkan dan mensinkronisasi materi ranperda sebelum dibahas bersama Gubernur Sulsel dan DPRD Sulsel yang selanjutnya akan dievaluasi oleh Kementerian keuangan dan Kemendagri.

"Sehingga tercipta ranperda yang berkualitas tanpa ada tumpang tindih kewenangan dengan pemerintah pusat dan kabupaten-kota. Termasuk mengakomodir jenis dan objek baru retribusi jasa usaha yang sebelumnya belum diatur dalam perda," tambahnya.

Dalam workshop ini, hadir pemateri Direktur Pendapatan Kemendagri Asran Latief, Pejabat Sekda Sulsel, Tautoto Tanaranggina dan Kepala Biro Hukum dan HAM Sulsel, A Muh Reza.

Pesertanya berasal dari kabupaten-kota, SKPD provinsi dan instansi atau stakeholder terkait lainnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved