Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pantang Menyerah, Yoga Bertekad Kuliah di UPI Bandung Meski Tunanetra

Yoga adalah salah satu peserta Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2018 berkebutuhan khusus.

Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Mahyuddin
fahrizal/tribuntimur.com
Salah satu peserta SBMPTN penyandang tuna netra, Yoga Indar Dewa (20) dibantu seorang Panitia Lokal (Panlok) mengerjakan soal ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN) yang berlangsung di SMK 2 Makassar, Jl Pancasila, Mannuruki, Tamalate, Sulsel, Selasa (8/5/2018). Alumni SMAN 16 Makassar ini memilih jurusan Ilmu Kominikasi dan Jurusan Sosiologi di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Dimakassar, sebanyak 8 calon mahasiswa baru (Camaba) disabilitas yang berkebutuhan khusus mengikuti SBMPTN 2018 secara senrentak. 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Yoga Indar Dewa (20) duduk di sebuah ruangan di SMK 4 Makassar.

Di depannya tampak duduk seorang pria paruh baya memegang beberapa kertas.

Kertas-kertas itu dibacakan dengan suara lantang, dan Yoga diam mendengarkan sambil sesekali mencoret selembar kertas di depannya.

Yoga adalah salah satu peserta Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2018 berkebutuhan khusus.

Yoga seorang tunanetra.

Pada ujian yang berlangsung hari ini, Selasa (8/5/2018), ia menjadi satu-satunya peserta berkebutuhan khusus yang mengikuti ujian di SMK 4 Makassar.

Pria kelahiran Maros ini menjawab 90 soal dari beberapa mata pelajaran, dengan dibantu oleh panitia lokal SBMPTN.

Baca: Peserta SBMPTN di Unhas Melahirkan Saat Ujian, Bayinya Dibuang di Toilet

Yoga memilih opsi jawaban yang dibcaakan, dan panitia membantu melingkari di lembar jawaban.

Yoga sempat kesulitan menjawab soal, khususnya soal yang jawabannya berupa gambar.

Meski demikian ia tetap bersemangat menjawab satu persatu soal.

Usai mengikuti ujian sesi pertama, Yoga kemudian berdiri dan memegang tongkat yang dibawanya.

Ia berjalan menuju sebuah kursi di ruangan itu untuk beristirahat sejenak.

Di kursi itu juga, Ibu Yoga duduk menunggu putra keduanya itu menyelesaikan ujiannya.

Yoga enggan dibantu, ia berjalan sendiri meski ia beberapa kali menabrak meja dan kursi di ruangan itu.

"Alhamdulillah bisa dijawab semua," kata Yoga kepada ibunya dengan rsa bangga, sambil minum sebotol air yang dibawakan oleh sang Ibu.

Baca: Bikin Geger SBMPTN di Makassar! Ini 5 Fakta Penemuan Bayi di Toilet Unhas No 2 Kronologi

Yoga memang memiliki tekad kuat untuk melanjutkan pendidikannya ke bangku perguruan tinggi.

Tak tanggung-tanggung, ia memilih salah satu universitas terkemuka di Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sebagai tempat kuliahnya kelak jika lulus.

"Saya tidak mau kuliah di Makassar kak, saya mau di Jawa dan di tempat dingin, jadi saya pilih UPI Bandung. Sudah tiga tahun saya menempuh pendidikan di Makassar, saya mau suasana baru," kata Alumni SMAN 16 Makassar ini.

Ia memilih Jurusan Ilmu Komunikasi dan Sosiologi di UPI, dan juga satu jurusan di Universitas Haluoleo Kendari. Yoga meyakini, jurusan yang dipilihnya itu bisa menuntunnya ke cita-cita yang ia dambakan sejak kecil.

"Saya sebenarnya mau jadi pengusaha di bidang agrobisnis kak, untuk jangka pendek saya pilih jurusan itu, karena saya yakin jurusan itu bisa membawa saya bertemu dengan berbagai relasi yang akan mendukung cita-cita saya," tuturnya.

Yoga menderita kebutaan saat duduk di bangku sekolah dasar.

Salah satu matanya tiba-tiba mengalami gangguan, penglihatan kabur, hingga buta.

Kedua orangtuanya berulang kali membawanya ke rumah sakit di Jakarta untuk dioperasi, namun mata Yoga tetap tak dapat melihat lagi.

Saat duduk di bangku kelas 2 SMP, mata Yoga yang satunya juga ikut mengalami kebutaan. Yoga sempat putus asa. Ia yang saat itu bersekolah di salah satu SMP di Kotamadya Parepare memutuskan berhenti sekolah.

"Dia sempat berhenti sekolah, nganggur dua tahun waktu awal mengalami kebutaan," tutur Ratna, ibu Yoga.

Merasa bosan dengan aktifitasnya di rumah tanpa sekolah, pria yang hobi bercocok tanam ini mulai berubah pikiran.

Yoga kemudian memutuskan masuk ke SLB-A YAPTI Makassar melanjutkan pendidikannya. Di sana ia memilih tinggal di asrama, hingga tamat SMP dan melanjutkan pendidikan ke SMA 16 Makassar.

"Saya pikir, masa saya sudah tunanetra terus tidak melakukan apa-apa, seharian cuma di rumah. Saya harus bisa melakukan sesuatu," kata Yoga.

Hingga kini, Yoga memilih tinggal di Asrama sekolahnya itu.

Baca: Rektor UNM dan UIN Alauddin Makassar Kompak Pantau Tes SBMPTN

Tiga tahun mengenyam pendidikan di SMA, Yoga juga tak mau diantar ke sekolah. Ia memilih berangkat sendiri menggunakan angkot.

"Hanya di awal saja sempat diantar sama Ibu, diajarkan harus mengarah ke mana ketika turun dari angkot, setelahnya tidak lagi. Saya mulai hafal harus ke mana," unhkapnya.

Meski tunanetra, Yoga juga termasuk anak berprestasi. Ia seorang atlet renang berkebutuhan khusus.

Beberapa kali ia menjuarai lomba renang pada pekan paralimpik daerah (Peparda) dan pekan paralimpik nasional (Peparnas).

"Waktu ikut Kejurnas di Bandung dapat emas dan perak. Pernah juga ikut peparnas dan dapat tiga perunggu," ungkapnya dengan bangga.

Kini Yoga berharap dapat lulus SBMPTN.

Ia sudah tak sabar mengenyam pendidikan di bangku perguruan tinggi.

Ia ingin membuktikan bahwa meski tunanetra, ia bisa tetap melanjutkan pendidikannya ke jenjang tinggi, dan jug meraih prestasi di tengah keterbatasannya.

"Anggapan masyarakat masih sangat minim tetantang penyandang disabilitas. Kadang mereka menganggap disabilits tak bisa melakukan apa-apa. Saya mau buktikan kalau itu tidaklah benar dengan berprestasi. Disabilitas bukan berarti saya tidak bisa," ucap Yoga.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved