Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Jadi Promotor di Unhas, Prof Irawan Yusuf Angkat Bicara Soal Metode 'Cuci Otak' dr Terawan

Mantan Dekan Fakultas Kedokteran Unhas tersebut merupakan promotor dr Terawan saat menyelesaikan pendidikan jenjang doktornya di Unhas

Penulis: Darul Amri Lobubun | Editor: Anita Kusuma Wardana
DARUL AMRI
Guru Besar FK Unhas, Prof dr Irawan Yusuf PhD 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Darul Amri Lobubun

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -Metode 'Cuci Otak' yang diapakai kepala RSPAD Gatot Subroto dr Terawan Agus Putranto dalam mengobati pasiennya membuat Guru Besar Unhas, Prof dr Irawan Yusuf PhD ikut angkat bicara.

Mantan Dekan Fakultas Kedokteran Unhas tersebut merupakan promotor dr Terawan saat menyelesaikan pendidikan jenjang doktornya di Unhas pada 2012 lalu.

Wakil ketua tim dokter kepresidenan RI, Letkol CKM dr Terawan Agus Putranto SpRad (K) menjalani Promosi Doktor di Aula Prof Dr Ahmad Amiruddin Fakultas Kedokteran Unhas, Kamis (4/8/2016)
Wakil ketua tim dokter kepresidenan RI, Letkol CKM dr Terawan Agus Putranto SpRad (K) menjalani Promosi Doktor di Aula Prof Dr Ahmad Amiruddin Fakultas Kedokteran Unhas, Kamis (4/8/2016) (TRIBUN TIMUR/ MUH ABDIWAN)

Prof Irawan menyebut, metode yang dipakai dr Terawan adalah sebuah terobosan dalam dunia kedokteran.

Hal tersebut disampaikan Prof Irawan kepada wartawan dalam konferensi pers di ruang Rapat lantai 6, Gedung Rektorat Unhas, Makassar, Sulsel, Jumat (6/4/2018).

"Ini baru tahap awal untuk mekanisme, ini juga belum sampai kesana. Di dunia kedokteran selalu ada kontroversi dan harus ada sebuah riset," kata Irawan.

Wakil ketua tim dokter kepresidenan RI, Letkol CKM dr Terawan Agus Putranto SpRad (K) menjalani Promosi Doktor di Aula Prof Dr Ahmad Amiruddin Fakultas Kedokteran Unhas, Kamis (4/8/2016)
Wakil ketua tim dokter kepresidenan RI, Letkol CKM dr Terawan Agus Putranto SpRad (K) menjalani Promosi Doktor di Aula Prof Dr Ahmad Amiruddin Fakultas Kedokteran Unhas, Kamis (4/8/2016) (TRIBUN TIMUR/ MUH ABDIWAN)

Lanjut Prof Irawan, sebuah kontroversi yang diselesaikan dengan riset itu tentu akan menjadi panjang, karena ini adalah sebuah metode dalam dunia kedokteran.

"Masalahnya ini sudah terlanjur untuk digunakan oleh dokter Terawan, namun saya sebagai promotornya saya akan cari perbaikannya ini," lanjur dr. Irawan.

Kini, metode "Cuci Otak" yang dipraktekkan dr Terawan Agus Putranto menjadi polemik di Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Pusat.

Akhirnya, dr. Terawan Agus dikabarkan telah dipecat MKEK atas 'pelanggaran etik serius'. Bahkan, kasus ini menjadi sorotan dari berbagai pihak. 

Cara Kerja Metode Cuci Otak dr Terawan

Kontroversi mengenai terapi cuci otak atau brain wash yang dicetuskan dr Terawan Agus Putranto menghiasi pemberitaan beberapa hari terakhir.

Apalagi, setelah dokter spesialis radiologi dari RSPAD Gatot Subroto itu diberhentikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Sebelumnya, Terawan mengaku, terapinya ini memberikan hasil yang bagus kepada pasien.

"Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi 'cuci otak' itu,” ujar Terawan, dilansir dari Wartakotalive.

dr Terawan Agus Putranto
dr Terawan Agus Putranto (DOK RSPAD)

Ternyata, sebelum pemberhentian oleh MKEK IDI, terapi yang dicetuskan oleh Terawan telah lama mengundang pro dan kontra.

Salah satunya dari Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi).

Dalam laporan Kompas.com tahun 2012, Ketua Umum Perdossi Prof M Hasan Machfoed mempertanyakan terapi cuci otak tersebut untuk penderita stroke.

Hal ini diungkapkan pada pembukaan Pertemuan Ilmiah Nasional Stroke di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (23/11/2012).

Prosedur Waktu

Menurut Hasan, pada terapi cuci otak, terapis memasukkan obat ke pembuluh darah otak penderita stroke.

Dalam dunia kedokteran, proses itu disebut trombolisis yang memiliki prosedur batas waktu ketat.

Dalam panduan, trombolisis dapat diberikan hingga 8 jam setelah penderita terkena stroke.

Dokter terawan dan keluarga pasien
Dokter terawan dan keluarga pasien ()

Tapi, jika terapi itu diberikan pada pasien yang serangan sudah lebih dari 8 jam, apalagi berbulan-bulan atau bertahun-tahun, bisa menimbulkan masalah.

Kontroversi ini tidak berhenti pada tahun 2012 saja.

Hanya alat diagnosis

Menurut laporan Kompas.com 2014, para ahli saraf berpendapat, terapi cuci otak tidak dapat mengobati penyakit stroke.

Itu karena alat yang digunakan pada terapi ini sebenarnya untuk melakukan diagnosis saja.

Alat yang dipakai dalam terapi cuci otak dokter Terawan adalah Digital Substracion Angiography (DSA).

"Brain wash itu bukan istilah kedokteran. Metode yang digunakan DSA itu alat diagnostik, sama seperti alat rontgen. Jadi bukan untuk terapi," ujar Hasan dalam Seminar Neurointervensi di Jakarta, Kamis (17/12/2014).

Prosedur DSA menggunakan kontras untuk memperjelas gambaran pembuluh darah.

Saat prosedur ini dilakukan, pasien diberikan obat heparin untuk mencegah pembekuan darah selama prosedur.

Melalui DSA, kelainan pembuluh darah di otak bisa diketahui.

Setelah itu, pasien akan diberi terapi atau pengobatan yang sesuai dengan kelainannya.

Menurut Hasan, penggunaan dasar DSA sebagai alat terapi stroke harus dibuktikan terlebih dahulu secara ilmiah.

“Dari segi etika kedokteran, tidak dibenarkan (penggunaannya tanpa pembuktian ilmiah).

Kode etik kita sangat berat karena berhubungan dengan kesehatan manusia. Untuk penelitian harus dicoba dulu pada hewan.

Pokoknya sangat ketat karena taruhannya nyawa,” ujar Hasan.

Dokter Spesialis Saraf Fritz Sumantri Usman menambahkan, DSA sudah digunakan sejak lama sebagai alat diagnostik.

Dunia internasional pun hingga saat ini hanya menyetujui DSA sebagai alat diagnostik, bukan untuk pencegahan maupun pengobatan.

Keamanan Selain itu, Fritz juga menjelaskan DSA tidak bisa dilakukan pada sembarangan orang.

"DSA bisa dilakukan apabila sudah terkena serangan stroke berulang. Atau serangan stroke dengan faktor risiko tertentu, seperti kencing manis, jantung, hipertensi, hingga stroke di usia muda," ujar Fritz.

"DSA itu alat diagnosis gold standar untuk membidik kelainan pembuluh darah di otak," lanjut Fritz.

Sebelum DSA, biasanya telah dilakukan pengecekan dengan MRI atau CT

Fritz menambahkan, DSA tidak bisa dilakukan kepada seseorang yang tidak sakit.

Para dokter saraf tidak menyarankan pasien mengikuti terapi cuci otak yang metode dasarnya menggunakan DSA tersebut untuk mencegah terkena stroke atau menyembuhkan.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved