Pengamat: Eks Koruptor Sulit Diterima di Pilkada
Kecuali, kandidat tersebut dapat meyakinkan masyarakat bahwa apa yang pernah menjeratnya tidak akan terulang kembali.
Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur, Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Syahrir Karim menganggap, isu korupsi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memang menjadi hal yang cukup penting untuk dimunculkan.
"Isu korupsi memang sangat seksi diangkat dalam sebuah kontestasi seperti ini. Apalagi sekarang lagi ribut-ribut KPK akan mengumumkan calon kepala daerah yang korupsi," katanya, Rabu (14/3/2018) via rilis ke Tribun.
Ia menjelaskan, masyarakat tentunya sudah tahu dan paham siapa figur ataupun kandidat yang pernah terjerat kasus korupsi.
Sehingga, tentunya hal ini akan berpengaruh ke masyarakat dalam menentukan pilihannya kelak dalam pilkada.
"Artinya, bahwa isu korupsi ini pasti akan berpengaruh ke pemilih. Terkait peluang menang eks koruptor itu sangat tergantung. Variabel yang paling menentukan menang tidaknya sangat tergantung dari figur," kata Syahrir.
Kecuali, kandidat tersebut dapat meyakinkan masyarakat bahwa apa yang pernah menjeratnya tidak akan terulang kembali. Itupun, kandidat mesti kerja ekstra untuk melakukan itu serta dalam menarik simpati masyarakat.
"Kalau figur ini bisa menarik simpati rakyat dengan prestasi dan gagasannya bisa saja akan menuai hasil maksimal di pilgub ini," tandasnya.
Dari data yang dihimpun, hingga 2017 terdapat tujuh eks terpidana kasus korupsi yang maju di kontestasi Pilkada langsung. Enam diantaranya dinyatakan kalah.
Deretan kekalahan mantan napi diantaranya terjadi di Pilkada Limapuluh Kota Sumbar, Pilkada Sidoarjo, Pilkada Poso, Pilkada Toba Samosir, Pilkada Semarang, serta di Pilkada Dompu.
Dari data lembaga survei yang pernah dirilis di Sulawesi Selatan.
Media Survei Nasional menempatkan korupsi pada posisi keempat menjadi masalah yang dirasakan oleh masyarakat.
Pertama yakni ekonomi susah dan kemiskinan dengan 16,6%, kedua harga kebutuhan pokok dan listrik 16%, ketiga lowongan kerja 9,8% dan korupsi 9,1%.
Sementara itu, Lembaga Riset dan Survey Populi Center mensurvei kriteria utama untuk menjadi Gubernur Sulawesi Selatan periode2018-2023 ke depan yakni, berpengalaman memimpin pemerintahan (35,3%), merakyat (17,6%), dan bersih dari korupsi (12,6%).
Sementara itu, Lembaga Survei Indonesia menemukan Dalam survei Agustus 2017, mayoritas warga (54%) merasa, tingkat korupsi di negara Indonesia mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir.
Namun demikian, warga yang merasa “tingkat korupsi meningkat” berkurang proporsinya dibanding temuan pada 2016 (70%). (*)