Selain Shalat, Ini 9 Amalan Lain Dianjurkan Rasulullah Saat Gerhana Bulan Terjadi
Gerhana bulan total diperkirakan akan terjadi pada Rabu, 31 Januari 2018.
TRIBUN-TIMUR.COM - Gerhana bulan total diperkirakan akan terjadi pada Rabu, 31 Januari 2018.
Saat peristiwa alam ini, umat Islam dianjurkan memperbanyak zikir dan ibadah serta melakukan amalan-amalan sunah seperti shalat gerhana bulan.
Anjuran shalat sunah gerhana tercantum dalam Shahih Muslim:
إنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يَنْكَشِفَ مَا بِكُمْ
Artinya, “Sungguh matahari dan bulan adalah tanda kekuasaan Allah SWT, tidak terjadi gerhana keduanya (matahari dan bulan) karena kematian seseorang atau pun kehidupannya. Apabila kalian melihat gerhana, maka shalat dan doalah hingga gerhana tersebut selesai.”
Baca: Bolehkah Salat Gerhana Sendiri? Apakah Tanpa Kutbah Bisa Pengaruhi Sah Tidaknya Salat?
Di samping shalat gerhana bulan, banyak amalan-amalan lain yang dianjurkan ketika terjadinya peristiwa ini. Hal ini disebutkan oleh Imam An-Nawawi (676 H) berikut ini:
قال المصنف رحمه الله: (والسنة أن يخطب لها بعد الصلاة لِمَا رَوَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا "أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عليه وسلَّم فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ فَقَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللهَ وَأثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ: الشَمْس وَالقَمَرُ آيتانِ مِنْ آياتِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رأيتم ذلك فصلوا وتصدقوا"
Artinya, “(Abu Ishaq As-Syairazi berkata, disunahkan khutbah setelah shalat gerhana sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah RA, ‘Sungguh setelah selesai shalat gerhana, Nabi SAW berdiri dan khutbah di hadapan manusia, kemudian ia memanjatkan puji kepada Allah, dilanjutkan dengan bersabda, ‘Matahari dan bulan adalah ayat (tanda kebesaran Allah) dari sekian ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Keduanya tidak akan gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Apabila kalian menyaksikannya, maka shalat dan sedekahlah,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Majmu’ Syarh Muhadzzab, Beirut, Darul Fikr, juz IV, halaman 53).
Dari keterangan hadits yang Imam As-Syairazi sebutkan di atas, terdapat dua amalan yang dianjurkan bagi kita, yaitu shalat sunah gerhana dan bersedekah.
Selain salat sunah gerhana, sedekah pada peristiwa ini juga disunahkan sebagaimana yang disebutkan Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain berikut ini:
وَيُسَنُ الإِكْثَارُ مِنَ الصَّدقَةِ فِي رَمَضَانَ لَا سِيَّمَا فِي عَشْرِهِ الأَوَاخِرِ وأمَامَ الحَاجَاتِ وَعِنْدَ كُسُوفٍ وَمَرَضٍ وَحَجٍّ وَجِهَادٍ وَفِي أَزْمِنَةٍ وَأَمْكِنَةٍ فَاضِلَةٍ كَعَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ وَأَيَّامِ العِيْدِ وَالْجُمْعَةِ وَالمُحتاجِيْنَ
Artinya, “Disunahkan memperbanyak sedekah pada bulan Ramadhan, terutama pada sepuluh hari terakhir di bulan itu, dan ketika mempunyai kebutuhan, ketika terjadi gerhana, sakit, haji, jihad dan pada beberapa waktu dan tempat yang memiliki keutamaan seperti tanggal 10 Dzulhijjah, hari raya, hari Jumat. Disunahkan juga sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan,” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain Syarah Qurratu ‘Ain, Beirut, Darul Fikr, juz I, halaman 183).
Selain dua amalan di atas, ada juga amalan lain yang dapat kita lakukan di saat gerhana. Hal ini disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muhadzzab sebagai berikut:
الشَّرْحُ) حَدِيثُ عَائِشَةَ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَاتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ عَلَى اسْتِحْبَابِ خُطْبَتَيْنِ بَعْدَ صَلَاةِ الْكُسُوفِ وَهُمَا سُنَّةٌ لَيْسَا شَرْطًا لِصِحَّةِ الصَّلَاةِ قَالَ أَصْحَابُنَا وَصِفَتُهُمَا كَخُطْبَتَيْ الْجُمُعَةِ فِي الْأَرْكَانِ وَالشُّرُوطِ وَغَيْرِهِمَا سَوَاءٌ صَلَّاهَا جَمَاعَةٌ فِي مِصْرٍ أَوْ قَرْيَةٍ أَوْ صَلَّاهَا الْمُسَافِرُونَ فِي الصَّحْرَاءِ وَأَهْلُ الْبَادِيَةِ وَلَا يَخْطُبُ مَنْ صَلَّاهَا مُنْفَرِدًا وَيَحُثُّهُمْ فِي هَذِهِ الْخُطْبَةِ عَلَى التَّوْبَةِ مِنْ الْمَعَاصِي وَعَلَى فِعْلِ الْخَيْرِ وَالصَّدَقَةِ وَالْعَتَاقَةِ وَيُحَذِّرُهُمْ الْغَفْلَةَ وَالِاغْتِرَارَ وَيَأْمُرُهُمْ بِإِكْثَارِ الدُّعَاءِ وَالِاسْتِغْفَارِ وَالذِّكْرِ
Artinya, “(Penjelasan) hadits Aisyah RA yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dan nash Imam Syafi’i serta pengikutnya sepakat pada kesunahan dua khutbah setelah shalat gerhana, dan dua khutbah sunah itu bukanlah syarat sahnya shalat. Ashab kami berkata, ‘Dua khutbah ini sama dengan khutbah Jumat dalam rukun, syarat dan selainnya, sama saja entah dilaksanakan berjamaah di kota besar maupun di desa, atau musafir di padang pasir maupun di perkampungan. Sedangkan orang yang shalat sendiri tidak perlu melakukan khutbah. Khatib dalam khutbah ini menganjurkan jamaah untuk bertobat dari maksiat, mengerjakan kebaikan, bersedekah, membebaskan budak, mengingatkan mereka dari kelalaian dan tipu daya, serta memerintahkan mereka untuk memperbanyak doa, meminta ampunan dan zikir,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Syarah Muhadzzab, Beirut, Darul Fikr, juz V, halaman 53).
Dari keterangan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa amalan yang dapat dilakukan saat gerhana seperti dikutip dari NU.or.id.
1. Shalat gerhana.
2. Bersedekah.
3. Tobat dari maksiat.
4. Mengerjakan kebaikan.
5. Bersedekah.
6. Membebaskan budak (zaman sekarang tidak ada budak).
7. Kehati-hatian jangan sampai lalai.
8. Memperbanyak doa.
9. Memperbanyak istighfar.
10.Memperbanyak zikir. Wallahu a’lam.
Dikutip dari situs NU.or.id, sebagaimana diketahui bahwa gerhana matahari dan gerhana bulan merupakan gejala alam yang merupakan tanda kebesaran Allah SWT yang tidak berkaitan dengan kelahiran dan kematian seseorang.
Ketika gerhana terjadi, kita dianjurkan untuk melakukan salat sunah dua rakaat dengan kaifiat yang diatur salah satunya dalam Madzhab Syafi’i, yaitu satu rakaat dengan dua rukuk dan dua itidal.
Tetapi kita bisa juga melakukan shalat sunah gerhana dengan kaifiat sebagaimana shalat sunah dua rakaat pada umumnya seperti pandangan Madzhab Hanafi dan Madzhab Maliki.
Kita yang memiliki kesempatan dan tanpa uzur dianjurkan untuk merapat ke masjid yang mengadakan shalat gerhana secara berjamaah.
Di dalamnya kita ikut shalat dan mendengarkan dua khutbah dengan penuh khidmat.
Tetapi kita yang tidak sempat atau memiliki uzur tertentu tetap dianjurkan untuk melakukan shalat sunah gerhana sendiri demi meraih keutamaannya.
Pasalnya salat gerhana termasuk kategori salat sunah muakkad.
Adapun khutbahnya, tidak perlu dilakukan. Artinya, orang yang melakukan shalat gerhana sendiri tidak dianjurkan untuk mengadakan khutbah sebagaimana jamaah perempuan.
Meskipun demikian, ia tetap mendapat keutamaan shalat sunah gerhana. Hal ini disebutkan oleh Syekh Ibrahim Al-Baijuri berikut ini:
ويخطب الإمام) أي أو نائبه وتختص الخطبة بمن يصلى جماعة من الذكور فلا خطبة لمنفرد ولا لجماعة النساء، فلو قامت واحدة منهن ووعظتهن فلا بأس به كما في خطبة العيد
Artinya, “(Imam) atau penggantinya (menyampaikan khutbah), khutbah setelah shalat gerhana sunah disampaikan secara khusus untuk jamaah laki-laki yang melakukan shalat gerhana berjamaah. Laki-laki yang melakukan shalat gerhana sendiri atau jamaah khusus perempuan shalat gerhana tidak disunahkan menyampaikan khutbah gerhana. Tetapi kalau salah seorang dari jamaah wanita itu berdiri dan menyampaikan nasihat di hadapan sesamanya, tidak masalah. Hal ini berlaku juga sebagaimana khutbah shalat Id oleh jamaah khusus wanita,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Ibnil Qasim, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1999 M/1420 H, juz I, halaman 440).
Keterangan Syekh Ibrahim Al-Baijuri ini menerangkan dengan jelas bahwa shalat gerhana dan khutbah gerhana tidak berkaitan. Artinya, shalat sunah gerhana tanpa khutbah setelah itu tetap sah.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Niat dan Tata Cara Salat Gerhana Bulan
Jika tak ada aral melintang, warga Indonesia akan menyaksikan salah satu fenomena alam langka Pada Rabu (31/1/2018) hari ini.
'Gerhana Bulan Darah'. Atau istilah kerennya Super Blue Blood Moon
Sebuah fenomena langka akan menghiasi langit malam Indonesia. Tentu tak boleh dilewatkan begitu saja.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena itu disebut gerhana bulan 'Super Blue Blood Moon'.
Proses gerhana ini dapat diamati dari Indonesia secara jelas.
Terkait gerhana bulan total hari Rabu ini, Dwikortika menjelaskan bahwa ada tujuh fase gerhana bulan yang akan terjadi.
“Fase-fasenya adalah gerhana mulai (P1), gerhana sebagian mulai (U1), gerhana total mulai (U2), puncak gerhana, gerhana total berakhir (U3), gerhana sebagian berakhir (U4), dan gerhana berakhir (P4),” kata Dwikorita, di Jakarta Pusat, Senin (29/1/2018). seperti yang dikutip Tribunstyle.com dari Tribunnews.com
Di Indonesia sendiri, gerhana bulan total akan berada pada fase puncak pada pukul 20.30 WIB.
Peristiwa langit langka ini akan berlangsung selama kurang lebih 77 menit.
Masyarakat akan melihat bulan berubah warna menjadi merah.
“Sebagaimana terlihat pada peta, keseluruhan proses gerhana dapat diamati di Samudera Pasifik, serta bagian timur Asia, Indonesia, Australia, dan barat laut Amerika,” kata Dwikorita.
Di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan seluruh provinsi Sumatera, fase P1 dan U1 akan dapat terlihat jelas karena terjadi tepat di atas wilayah-wilayah tersebut.
Secara keseluruhan, peristiwa gerhana dari fase awal hingga akhir akan berdurasi sekitar lima jam 20 menit, mulai pukul 17.49 WIB sampai 23.09 WIB.
Saat terjadi gerhana bulan, umat muslim dianjurkan untuk mengerjakan shalat sunah dua rakaat atau yang sering disebut dengan salat sunah khusuf.
Salat sunah ini terbilang sunah muakkad.
Seperti yang tribunstyle lansir dari NU.or.id, berikut ini tata cara shalat gerhana yang benar.
Sebelum salat ada baiknya imam atau jamaah melafalkan niat terlebih dahulu sebagai berikut:
أُصَلِّي سُنَّةَ الخُسُوفِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامً/مَأمُومًا لله تَعَالَى
Ushallî sunnatal khusûf rak‘ataini imâman/makmûman lillâhi ta‘âlâ
Artinya, “Saya salat sunah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena Allah SWT.”
Adapun secara teknis, salat sunah gerhana bulan adalah sebagai berikut:
1. Niat di dalam hati ketika takbiratul ihram.
2. Mengucap takbir ketika takbiratul ihram sambil niat di dalam hati.
3. Baca taawudz dan Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Al-Baqarah atau selama surat itu dibaca dengan jahar (lantang).
4. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 100 ayat Surat Al-Baqarah.
5. Itidal, bukan baca doa i’tidal, tetapi baca Surat Al-Fatihah. Setelah itu baca Surat Ali Imran atau selama surat itu.
6. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 80 ayat Surat Al-Baqarah.
7. Itidal. Baca doa i’tidal.
8. Sujud dengan membaca tasbih selama rukuk pertama.
9. Duduk di antara dua sujud
10.Sujud kedua dengan membaca tasbih selama rukuk kedua.
11.Duduk istirahat atau duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua.
12.Bangkit dari duduk, lalu mengerjakan rakaat kedua dengan gerakan yang sama dengan rakaat pertama. Hanya saja bedanya, pada rakaat kedua pada diri pertama dianjurkan membaca surat An-Nisa. Sedangkan pada diri kedua dianjurkan membaca Surat Al-Maidah.
13.Salam.
14.Imam atau orang yang diberi wewnang menyampaikan dua khutbah shalat gerhana dengan taushiyah agar jamaah beristighfar, semakin takwa kepada Allah, tobat, sedekah, memerdedakan budak (pembelaan terhadap kelompok masyarakat marjinal), dan lain sebagainya.
Apakah boleh dibuat dalam versi ringkas?
Dalam artian seseorang membaca Surat Al-Fatihah saja sebanyak empat kali pada dua rakaat tersebut tanpa surat panjang seperti yang dianjurkan?
Atau bolehkah mengganti surat panjang itu dengan surat pendek setiap kali selesai membaca Surat Al-Fatihah?
Boleh saja. Ini lebih ringkas seperti keterangan Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam I’anatut Thalibin berikut ini.
ولو اقتصر على الفاتحة في كل قيام أجزأه، ولو اقتصر على سور قصار فلا بأس. ومقصود التطويل دوام الصلاة إلى الانجلاء
Artinya, “Kalau seseorang membatasi diri pada bacaan Surat Al-Fatihah saja, maka itu sudah memadai. Tetapi kalau seseorang membatasi diri pada bacaan surat-surat pendek setelah baca Surat Al-Fatihah, maka itu tidak masalah. Tujuan mencari bacaan panjang adalah mempertahankan shalat dalam kondisi gerhana hingga durasi gerhana bulan selesai,” (Lihat Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz I, halaman 303).
Selagi gerhana bulan berlangsung, maka kesunahan shalat dua rakaat gerhana tetap berlaku.
Sedangkan dua khutbah shalat gerhana bulan boleh tetap berlangsung atau boleh dimulai meski gerhana bulan sudah usai.
Demikian tata cara shalat gerhana bulan berdasarkan keterangan para ulama.