Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Apakah Muslim Haram Ucapan Selamat Natal? Berikut Penjelasan Lengkap Quraish Shihab. Nonton Videonya

Pemasangan pohon Natal, mengenakan topi Sinterklaas, dan ucapan selamat hari raya mulai ramai.

Penulis: Hamdan Soeharto | Editor: Mansur AM
tribunnews.com
Pakar tafsir Al Qur'an KH Quraish Shihab 

TRIBUN-TIMUR.COM - Senin (25/12/2017), Umat Kristiani akan merayakan Hari Natal. Suasana Natal mulai terasa satu dua pekan terakhir.

Tempat-tempat publik seperti mal mulai memasang ornamen Natal. 

Pemasangan pohon Natal, mengenakan topi Sinterklaas, dan ucapan selamat hari raya mulai ramai.

Topi Sinterklaas tak hanya dikenakan umat Kristen, namun juga muslim karena misalnya tuntutan di tempat kerja.

Menteri Agama, Lukman Hakim meminta agar tak ada pemaksaan mengenakan atribut agama lain oleh bukan pemeluknya saat hari raya.

Dicontohkan topi Sinterklaas yang harus dikenakan muslim atau peci yang harus dikenakan pemeluk Kristen saat jelang lebaran.

Aturan mengenakan atribut kini semakin jelas, walaupun hanya sekadar lisan dari seorang menteri.

Lain lagi dengan ucapan “selamat Hari Raya Natal”. Bagaimana hukumnya seorang muslim mengucapkan itu? Kini ada dua pendapat. Ada yang menyebut boleh dan ada pula yang menyebutnya haram.

Profesor Muahmmad Quraish Shihab, ahli tafsir dan mantan Menteri Agama menyampaikan penjelasannya soal itu. Penjelasan disampaikan dalam program Tafsir Al Misbah di Metro TV, Ramadan 1435 Hijriah episode Surah Maryam Ayat 30-38.

Berikut ini transkrip penjelasannya:

Saya duga keras persoalan ini hanya di Indonesia. Saya lama di Mesir. Saya kenal sekali. Saya baca di koran, ulama-ulama Al Azhar berkunjung kepada pimpinan umat kristiani mengucapkan selamat Natal.

Saya tahu persis ada ulama besar di Suriah memberi fatwa bahwa itu boleh. Fatwanya itu berada dalam satu buku dan bukunya itu diberikan pengantar oleh ulama besar lainnya, Yusuf al-Qaradawi, yang di Syria namanya Mustafa Al Zarka’a. Ia mengatakan mengucapkan selamat Natal itu bagian dari basa-basi, hubungan baik.

Ini tidak mungkin menurut beliau, tidak mungkin teman-teman saya dari umat Kristiani datang mengucapkan selamat hari raya Idulfitri terus dilarang gitu.

Menurut beliau dalam bukunya yang ditulis bukan jawaban lisan ditulis, dia katakan, saya sekarang perlu menunjukkan kepada masyarakat dulu bahwa agama ini penuh toleransi. Kalau tidak, kita umat yang dituduh teroris. Itu pendapat.

Saya pernah menulis soal itu, walaupun banyak yang tidak setuju, saya katakan begini, saya ucapkan Natal itu artinya kelahiran. Nabi Isa mengucapkannya. Kalau kita baca ayat ini dan terjemahkan boleh atau tidak? Boleh. Ya toh? Boleh.

Jadi, kalau Anda mengucapkan selamat Natal, tapi keyakinan Anda bahwa Nabi Isa bukan Tuhan atau bukan anak Tuhan, maka tidak ada salahnya. Ucapkanlah selamat Natal dengan keyakinan seperti ini dan Anda kalau mengucapkannya sebagai muslim. Mengucapkan kepada umat kristiani yang paham, dia yakin bahwa anda tidak percaya.

Jadi yang dimaksud itu, seperti yang dimaksud tadi hanya basa-basi.

Saya tidak ingin berkata fatwa Majelis Ulama itu salah yang melarang, tetapi saya ingin tambahkan larangan itu terhadap orang awam yang tidak mengerti. Orang yang dikhawatirkan akidahnya rusak. Orang yang dikhawatirkan percaya bahwa Natal itu seperti sebagaimana kepercayaan umat kristen.

Untuk orang-orang yang paham, saya mengucapkan selamat Natal kepada teman-teman saya apakah pendeta. Dia yakin persis bahwa kepercayaan saya tidak seperti itu. Jadi, kita bisa mengucapkan.

Jadi ada yang berkata bahwa itu Anda bohong. Saya katakan agama membolehkan Anda mengucapkan suatu kata seperti apa yang anda yakini, tetapi memilih kata yang dipahami lain oleh mitra bicara Anda.

Saya beri contoh, Nabi Ibrahim dalam perjalanannya menuju suatu daerah menemukan atau mengetahui bahwa penguasa daerah itu mengambil perempuan yang cantik dengan syarat istri orang. Nah, dia punya penyakit jiwa. Dia ndak mau yang bukan istri orang.

Nabi Ibrahim ditahan sama istrinya Sarah. Ditanya, ini siapa? Nabi Ibrahim menjawab, ini saudaraku. Lepas.

Nabi Ibrahim tidak bohong. Maksudnya saudaraku seagama. Itu jalan. Jadi kita bisa saja. Kalau yang kita ucapkan kepadanya selamat Natal itu memahami Natal sesuai kepercatannya, saya mengucapkannya sesuai kepercayaan saya sehingga tidak bisa bertemu, tidak perlu bertengkar.

Jadi syaratnya boleh mengucapkannya asal akidah anda tidak ternodai. Itu dalam rangka basa-basi saja, seperti apa yang dikatakan ulama besar suriah itu.

Begitu juga dengan selamat ulangtahun, begitu juga dengan selamat tahun baru. Memang kalau kita merayakan tahun baru dengan foya-foya, itu yang terlarang foya-foyanya, bukan ucapan selamatnya kita kirim. Bahkan, ulama Mustafa Al Zarka’a berkata, ada orang yang menjual ucapan, kartu-kartu ucapan ini, itu boleh saja, tidak usah dilarang. Penggunanya keliru kalau dia melanggar tuntunan agama.

Ada orang sangat ketat dan khawatir. Itu kekhawtiran wajar kalau orang di kampung, tidak mengerti agama. Lantas ada yang mengakan kelahiran Isa itu sebagai anak Tuhan dan sebagainya, itu yang tidak boleh. Kalau akidah kita tetap lurus, itu tidak ada masalah.

Kita ucapkan selamat Natal, di ayat kita ini, sekian banyak ucapan selamat yang dutujukan para Nabi.

Selengkapnya Nonton Videonya: 

Pendapat Ustadz Felix Siauw

Sementara itu dai muda ustadz Felix Siauw baru-baru ini mengundang perdebatan warganet di instagramnya.

Dalam sebuah video pendek yang diunggahnya ia menjelaskan mengapa umat Islam tak boleh mengucapkan selamat Natal.

menurutnya hal bukan berarti umat islam tak toleran tapi itulah sikap tegas dan toleransi sesungguhnya.

Berikut postingannya:

Toleransi Muslim Terhadap Hari Raya Ummat Lain

Faktanya, bagi ummat Nasrani, 25 Desember itu merayakan Natal (kelahiran) Yesus Kristus yang bagi mereka adalah Tuhan. Sedangkan Muslim, mengimani Yesus Kristus (Isa Al-Masih), hanya sebagai Nabi dan Rasul Allah, bukan sebagai Tuhan

Maka saat kita mengucapkan "Selamat Natal", sejatinya kita mengakui yang mereka yakini, bahwa Tuhan lahir di tanggal itu, meski kita berdalih, niat dan dalam hati saya tidak begitu

Dalam Islam, jelas-jelas ulama bersepakat bahwa haram hukumnya mengucapkan tahniah (selamat) pada hari raya dan syiar-syiar agama lain yang bertentangan dengan keyakinan kita

Toleransi adalah meyakini keyakinan kita, dan membiarkan yang lain meyakini sesuai keyakinan mereka. Beribadah dengan cara kita dan membiarkan yang lain beribadah dengan cara mereka

Karena itu, toleransi dalam hal ini, membiarkan ummat Nasrani melakukan apa yang mereka yakini tanpa mengganggu mereka. Bukan ikut-ikutan dalam perayaan mereka dalam bentuk apapun

Justru intoleransi, apabila memaksa Muslim untuk mengakui, mengucapkan selamat, atau mengikuti perayaan selain Islam. Karena mereka sudah meminta kita meyakini yang mereka yakini

Tak mengucap selamat pada hari raya pada ummat lain, bukan berarti kita harus membenci mereka, kita mencintai mereka sebagai sesama manusia, dan mendoakan mereka agar beroleh hidayah dan bersama di dalam agama yang haq, yaitu Islam

Selamat berdakwah, sampaikan pada sahabat, beginilah toleransi kaum Muslim, pada mereka yang berlainan keyakinan, saat mereka merayakan hari raya mereka.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved