Orangtua Buta Huruf, Arief Balla Tak Gentar Raih Pendidikan Tinggi hingga ke Amerika Serikat
Rumahnya menyendiri di ujung jalan kampung. Tak ada tetangga, listrik, dan hanya ada jalan setapak yang dibuat sendiri oleh bapaknya.
Penulis: Munawwarah Ahmad | Editor: Anita Kusuma Wardana
“Kata-Kata yang Menolak Dikatakan” berupa kumpulan cerpen yang telah dimuat di media adalah buku pertamanya. Tulisan-tulisan tersebut diakuinya banyak membantu ketika mendaftar beasiswa. Perjuangannya meraih beasiswa telah dimulai sejak masih semester V.
Arief sempat sampai pada tahap wawancara Program Undergraduate Global (Ugrad) oleh Fulbright, sebuah program pertukaran mahasiswa ke Amerika Serikat. Meski gagal, ia bersyukur sebab untuk pertama kali ia bisa ke Jakarta dan naik pesawat pertama kali. Biaya sepenuhnya ditanggung Fulbright.
Gagal tak menyurutkan semangatnya. Berkali-kali mendaftar short program dan sebanyak itu pula berakhir dengan kecewa. Tahun 2015 mendaftar beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) tujuan dalam negeri.
“Why do not you go to abroad? Your English is fluent.” Kata seorang interviewer saat wawancara tirukan Arif.
Ia yang sudah setengah putus mengejar beasiswa keluar negeri terlecut kembali. Ia belajar siang malam IELTS ditengah tuntutan rutinitas yang padat. Sayang, setelah berhasil memenuhi semua persyaratan perpindahan, pengajuannya ditolak hingga dua kali.
Tak ingin terlalu berharap, ia pun mendaftar Beasiswa Unggulan (BU) dari Kemendikbud dan Fulbright dari Pemerintah Amerika Serikat. Karena tidak ingin kecewa, kembali ia pun tak berharap banyak terutama pada Fulbright.
Fulbright adalah salah satu beasiswa prestisius di dunia dengan persaingat yang ketat. Untuk jenjang master, hanya ada sekitar 30 kuota setiap tahun dari berbagai disiplin ilmu se-Indonesia.
Arief kemudian lulus BU untuk tujuan Newcastle University, Inggris, Tetapi Arief harus mengundurkan diri sebab saat itu telah dinyatakan lulus wawancara Fulbright meski masih ada kemungkinan gagal berangkat.
Ia masih harus melewati tes TOEFL IBT (Internet-Based Test) dan GRE (Graduate Record Examination) untuk diterima di universitas Amerika Serikat. Juga masih ada tahap pemeriksaan kesehatan dan pengurusan visa.
Penghujung Desember 2016, kepastian diterima oleh dua universitas Amerika Serikat bertandang ke emailnya sekaligus membuatnya senang bukan kepalang.
Kabar baik ini hanya berselang setelah pengajuan perpindahan yang ketiga kali ke Newcastle University, UK, akhirnya dikabulkan LPDP. Namun dengan berbagai pertimbangan, ia akhirnya mengundurkan dari LPDP dan memilih Fulbright.
15 Juli 2017, ia akhirnya menjejakkan kakinya di Negeri Paman Sam dan kini sedang berjuang meraih gelar MA in TESOL (Teaching English to Speakers of Other Languages) di Southern Illinois University Carbondale.
Walau sibuk dengan seabrek tugas kuliah, Arief masih meluangkan waktunya menulis esai dan dimuat di media online secara rutin. Ia juga aktif berbagi cerita di sosial media.(*)