Putri Jenderal AH Nasution Tak Setuju Ide Jokowi Soal Film G30S/PKI, Kok Bisa?
Hendrianti Saharah Nasution, putri sulung Jenderal AH Nasution menanggapi usulan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) soal adanya film Gerakan 30 September
TRIBUN-TIMUR.COM - Sudahkan Anda nonton film G30/S/PKI?
Jika belum, tunggu ada sineas yang membuat versi baru film ini sebagaimana usul Presiden RI Joko Widodo.
Baca: Pengumuman CPNS 2017 – 9 Instansi Sudah Umumkan Pelamar Lolos Berkas, Cek Sekarang!
Tapi tidak semua setuju dengan usul Presiden membuat film versi baru pemberontakan PK ini.
Hendrianti Saharah Nasution, putri sulung Jenderal AH Nasution menanggapi usulan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) soal adanya film Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI) versi kekinian.
Yanti, panggilan akrabnya, tak setuju dengan usul Jokowi tersebut.
Baca: Pengumuman CPNS 2017 –Instansi Ini Terima Lulusan SMA, Cek Nama-nama Lulus Berkasnya!
"Kalau saya secara pribadi tidak setuju karena saya sudah tahu bagaimana film ini dibuat. Kalau ada kontroversi harus ada orang yang melihat di mana kontroversi itu. Tapi kita lihat kejadian itu adalah yang sebenarnya," kata Yanti ditemui kompas.com di Museum Jenderal AH Nasution, Jakarta Pusat, Sabtu (30/9/2017).

Yanti mengatakan hingga saat ini ia belum dimintai masukan soal adanya film baru.
Ia hanya meminta tolong agar pembuatan film versi anyar itu dipertimbangkan. Sebab film itu sudah menampilkan peristiwa asli, hanya sedikit yang direkayasa.
"Ya sedikit sekali (yang tidak asli), karena sutradara. Yang lain hampir sama," ujarnya.
Yanti sendiri tak ada masalah soal pemutaran film G30S/PKI belakangan ini di berbagai tempat. Ia mengatakan film itu sebagai bagian pelajaran sejarah sekaligus tahu apa yang bisa diperbuat untuk bangsa ke depan.
"Saya rasa baik (banyak pemutaran film), bukannya apa-apa, kita harus tahu menghadapi semua," ujar Yanti.
Kepada generasi muda, Yanti berpesan agar menjadikan ini pelajaran bahwa kita tak boleh mudah dipengaruhi orang lain. Generasi muda juga diimbau untuk mempelajari sejarah dengan baik.
"Banyak sekali kita yang tidak tahu, karena saya di bidang sosial sampai ke daerah banyak sekali (yang tidak tahu). Jangankan sejarah ini, soal kebangsaan pun masuk ke pedesaan banyak sekali yang tidak tahu," kata dia.