Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

G 30 S/PKI - Kisah Anak Jendral Achmad Yani dan Anak DN Aidit yang Sekarang Berteman

Mereka mampu duduk semeja, tertawa bersama, berpelukan, dan saling menyemangati. Suatu keadaan yang sungguh sulit dibayangkan terjadi di masa lalu.

Penulis: Ina Maharani | Editor: Ina Maharani
Rekonstruksi G30S/PKI 

TRIBUN-TIMUR.COM - Era Reformasi yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada Mei 1998, membawa angin segar bagi iklim politik di Indonesia.

Hawa sejuknya berhembus juga di kalangan anak-anak korban konflik masa lalu.

Sebagai anak manusia yang sudah merasakan pahitnya menjadi korban konflik, timbul keinginan untuk berkumpul dan melupakan masa lalu yang kelam.

Awalnya beberapa anak korban konflik seperti Sarjono Kartosoewirjo (anak tokoh DI/TII Kartosoewirjo), Nani Nurachman, dan Agus Widjojo (anak Letjen. Sutojo), dan Sugiarto, mulai saling kontak dan menggagas suatu wadah silaturahmi.

Belakangan disepakati namanya Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB).

Perkumpulan ini merangkul keturunan dari pihak yang terlibat konflik-konflik lain seperti DI/TII Aceh dan PRRI/Permesta yang berasal dari keluarga militer, serta keturunan dari tokoh sipil seperti Syarifuddin Prawiranegara, HOS Tjokroaminoto, H Agus Salim, dan Yap Thiam Hien.

Dalam ikrar perdamaian di Hotel Hilton Jakarta, 5 Maret 2004, FSAB antara lain menyatakan menghargai kesetaraan di antara mereka dan terhadap segenap bangsa Indonesia. Sebuah kesetaraan tanpa diskriminasi diharapkan menjadi upaya awal menuju rekonsiliasi di antara semua pihak yang pernah bertikai.

Rekonsiliasi seperti apa? Bentuknya memang masih terus dibicarakan.

Amelia Yani dan Achmad Yani
Amelia Yani dan Achmad Yani (repro Tribun Jambi)

FSAB ternyata membawa hikmah tersendiri bagi anak-anak korban konflik 1965 - 1966.

Pertemuan-pertemuan rutin forum ini memecahkan kebekuan antara anak-anak Pahlawan Revolusi, antara lain Amelia  Yani (putri Achmad Yani) dengan anak-anak tokoh yang berseberangan, seperti Sugiarto, Ferry Umar Dhani (putra Marsekal Umar Dhani), dan belakangan Ilham Aidit (anak DN Aidit).

Ilham Aidit
Ilham Aidit (int)

Mereka mampu duduk semeja, tertawa bersama, berpelukan, dan saling menyemangati. Suatu keadaan yang sungguh sulit dibayangkan terjadi di masa lalu.

Memaafkan dengan tulus memang gampang diucapkan, tapi sungguh bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.

Namun, Amelia Yani merasa perlu melakukannya karena tidak ingin mewariskan dendam kepada anak cucunya sehingga mereka tumbuh menjadi pembenci.

“Tapi mereka tidak tahu yang dibenci itu apa. Marah tapi tidak tahu marah pada siapa,” tutur ibu dari seorang putra, Dimas Tjahyono Dradjat.

Amelia mengakui belum seluruh anggota keluarganya sanggup melakukan itu. S

Sumber: Grid.ID
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved