BREAKING NEWS: Masih Ingat Gloria? MK Tolak Gugatan Status Kewarganegaraan Gloria Natapradja
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terkait aturan status kewarganegaraan yang diajukan oleh Ira Hartini Natapradja Hamel, ibunda G
TRIBUN-TIMUR.COM - Setelah berproses selama kurang lebih sepuluh bulan, Mahkamah Konstitusi akhirnya ketuk palu mengenai permohonan uji materi terkait aturan status kewarganegaraan yang diajukan oleh Ira Hartini Natapradja Hamel, ibunda Gloria Natapradja Hamel, Kamis (21/8/2017).
Baca: Ini Daftar Bisnis Abutours yang Menggurita, Harus Diketahui Jemaahnya
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terkait aturan status kewarganegaraan yang diajukan oleh Ira Hartini Natapradja Hamel, ibunda Gloria Natapradja Hamel.
Gloria adalah Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang bertugas di upacara peringatan HUT ke-71 RI di Istana Negara, Jakarta, pada 17 Agustus 2016.
Baca: Heboh Artis Poligami! Kini Aplikasi Ayo Poligami Nongol di Ponsel, Begini Penampakannya
Putusan dibacakan hakim konstitusi yang juga Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (31/8/2017).
"Amar putusan, mengadili menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Arief.

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Anwar Usman menyampaikan, Mahkamah menilai bahwa permohonan Ira tidak beralasan menurut hukum.
Menurut Mahkamah, lanjut Anwar, objek permohonan, yakni Pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (UU 10 12/2006), tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Sebab, terkait status kewarganegaraan bagi anak dari perkawinan campur antara warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) sudah diatur dalam undang-undang yang digugat.
"Untuk mewujudkan keinginan tersebut, dapat ditempuh melalui prosedur yang diatur dalam Bab 3 UU 10 12/2006, yaitu melalui pewarganegaraan dengan memenuhi persyaratan, khususnya sebagaimana diatur dalam Pasal 8," kata Anwar.
Permohonan yang diajukan Ira terregistrasi di MK dengan nomor perkara 80/PUU-XlV/2016.
Ira mengajukan uji materi setelah terjadi polemik perihal status warga negara anaknya tersebut.
Sebab, karena status kewarganegaraannya, Gloria sempat digugurkan dari pasukan Paskibraka.
Ia tak menjadi bagian dari pengibar bendera merah putih pada upacara peringatan HUT ke-71 RI di Istana Negara, Jakarta, pada 17 Agustus 2016.
Sidang Sejak Oktober 2016
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Senin (17/10/2016).
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 80/PUU-XlV/2016 ini diajukan oleh Ira Hartini Natapradja Hamel, ibunda anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional Gloria Natapradja Hamel.
Pasal 41 UU 12/2006 menyebutkan, "Anak yang Iahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan".
Kuasa Hukum Ira, yakni Fachmi Bachmid mengatakan, ketentuan harus mendaftarkan diri ke instansi pemerintah, dalam hal ini Imigrasi di Kementerian Hukum dan HAM, sedianya tidak perlu diatur lagi dalam pasal tersebut.
"Persoalannya di mendaftar itu. Seharusnya, tidak perlu dibatasi dengan adanya mendaftar, karena sudah dibatasi di Pasal 6," ujar Fahmi di MK, Jakarta Pusat, Senin.
"Itu sudah ada pembatasan manakala timbul dwi-kewarganegaraan. Tinggal memilih saja salah satu, apakah warga negara Indonesia atau warga negara orang tua satunya," kata dia.
Kemudian ketentuan "mendaftarkan diri kepada menteri", dinilai mengharuskan anak yang lahir dari perkawinan antara WNI dan WNA yang tumbuh kembang di Indonesia menjadi pihak yang aktif untuk mendaftarkan ke pejabat yang berwenang.
"Padahal bunyi Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 jelas justru melimpahkan kewajiban kepada negara dalam penyelenggaraan hak pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi setiap orang. Termasuk hak atas status kewarganegaraan yang disebut dalam Pasal 28D ayat 4 UUD 1945," kata dia.
"Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 I ayat 4 UUD 1945, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah," tambah Fahmi.
Selain itu, keharusan "mendaftarkan diri kepada menteri melalui pejabat atau perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 tahun setelah undang-undang ini diundangkan" dalam Pasal 41 UU12/2016 juga dianggap menimbulkan perbedaan perlakuan bagi anak yang terlahir dari perkawinan campuran.
"Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin yang lahir sesudah berlakunya UU tersebut otomatis berstatus kewarganegaraan Indonesia atau tidak perlu mendaftar," ucap Fahmi.
"Sementara anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin yang lahir dari ibu warga negara Indonesia sebelum berlakunya UU 12/2006 diwajibkan melakukan pendaftaran sebagaimana ketentuan pasal a quo (yang diuji)," kata dia.
Pemohon, kata Fachmi, meminta majelis hakim MK menyatakan bahwa ketentuan pasal 41 UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia bertentangan dengan UUD 1945.
Ini sepanjang tidak dimaknai bahwa anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum undang-undang ini diundangkan dan belum berusia 18 tahun atau belum kawin adalah anak warga Negara Indonesia.
Nama Gloria Natapradja mencuat setelah sempat digugurkan dari keanggotaan Paskibraka dua hari sebelum penaikan bendera di Istana.
Ia dipermasalahkan lantaran memiliki paspor Prancis, negara asal ayahnya.
Namun demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membolehkan Gloria ikut ambil bagian dalam upacara penurunan bendera pada sore hari. Gloria mendapatkan posisi 'gordon' dalam Tim Bima.
Gloria berharap, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan yang diajukan. Sebab, banyak anak-anak yang bernasib serupa dengan dirinya.

"Aku (mudah) buat kewarganegaraan karena nanti dibantu sama Pak Menpora (Imam Nahrawi), tapi kalau anak anak lain kan enggak. (Uji materi) ini juga untuk membantu anak-anak lain,” ujar Gloria di MK, Selasa.
Undang-undnag tersebut mengharuskan anak hasil kawin campur didaftarkan ke Imigrasi di Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia dengan tenggat waktu empat tahun setelah usia 18 tahun.
Namun, banyak dari mereka yang belum mendaftarkan diri, sehingga rentan kehilangan kewarganegaraan.
Jikapun nantinya gugatan tersebut ditolak, Gloria mengaku tetap akan menghormati putusan MK dan tetap mencintai Indonesia.
"Berarti memang kebijakan, dihormati saja. Mau bagaimana lagi, kami kan sudah berusaha," kata dia.