Remaja yang Hamil di Luar Nikah Dibuang di Pulau ini, Ceritanya Memilukan
Para gadis remaja yang hamil di luar nikah dulu dianggap sebagai aib bagi para keluarga yang tinggal
Kyitaragabirwe yang berperawakan ramping masih bisa berjalan kaki dengan baik dan saya memperkirakan usianya sekitar 80-an tahun namun keluarganya meyakini bahwa ia jauh lebih tua.
Ia lahir sebelum akte kelahiran diwajibkan di Uganda, jadi mustahil untuk mendapat kepastian soal berapa umurnya.
"Dulu ia memiliki kartu pendaftaran pemilih dari sebelum kemerdekaan Uganda (pada tahun 1962). Itu yang kami jadikan patokan untuk menghitung mundur. Kami perkirakan ia berusia sekitar 106 tahun," kata Ndamwesiga.

Dalam tradisi masyarakat Bakiga, seorang perempuan muda hanya bisa hamil setelah menikah.
Menikahi seorang gadis perawan berarti menerima mahar pengantin perempuan, yang kebanyakan dibayar dengan ternak.
Gadis remaja yang hamil di luar pernikahan dipandang bukan saja membuat malu keluarga, tapi merampasnya dari kekayaan yang sangat dibutuhkan.
Keluarga-keluarga tersebut biasanya membuang "aib" tersebut dengan membuang gadis-gadis yang hamil di Pulau Hukuman dan membiarkan mereka meninggal di sana.
Karena wilayahnya yang terpencil, praktik itu berlanjut bahkan setelah para misionaris dan penjajah tiba di Uganda pada abad ke-19 dan melarangnya.
Kebanyakan orang pada saat itu - terutama anak-anak perempuan - tidak tahu cara berenang.
Jadi jika ada seorang perempuan muda dibuang ke pulau itu, ia memiliki dua pilihan - terjun ke danau dan tenggelam, atau menanti ajal karena kedinginan dan kelaparan.
Saya bertanya kepada Kyitaragabir apakah ia takut.
Ia memiringkan kepalanya ke satu sisi, mengerutkan kening, dan kembali mengingat.
"Saya pastinya berusia sekitar 12 tahun saat itu, jika Anda dibawa keluar dari rumah ke suatu pulau dimana tidak ada orang lain yang tinggal, di tengah danau, tidakkah Anda merasa takut?"

Sementara di daerah lainnya, di Distrik Rukungiri, gadis remaja yang hamil di luar nikah akan dilemparkan dari tebing sebuah air terjun bernama Air Terjun Kisiizi.
Konon praktik itu berhenti dilakukan ketika salah seorang gadis yang hamil di luar nikah ikut menarik kakak laki-lakinya ke air terjun.