Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kasus Dana Aspirasi DPRD Jeneponto

VIDEO: Wabup Jeneponto Dicecar Pertanyaan Hingga Malam

Persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi masih berlangsung hingga, Rabu malam ini.

Penulis: Hasan Basri | Editor: Suryana Anas

Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Wakil Bupati Jeneponto, Mulyadi Mustamu kembali dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana aspirasi DPRD Jeneponto, Rabu (05/04/2017).

Mulyadi bersaksi untuk terdakwa anggota DPRD Jeneponto, Alamsyah Mahadi Kulle.

Pantauan Tribun, persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi masih berlangsung hingga, Rabu malam ini.

Bupati terus dicecar sejumlah pertanyaan oleh majelis Hakim, Jaksa maupun tim kuasa hukum terdakwa Alamsyah Mahadi Kulle.

Baca: Bersaksi di Sidang Dana Aspirasi DPRD Jeneponto, Ini Pengakuan Mulyadi Mustamu

Dihadapan majelis Hakim yang dipimpin langsung, Muhammad Damis, mengatakan saat pengusulan dana aspirasi, ia menjabat sebagai
ketua DPRD Jeneponto.

Disebutkan, penentuan anggota Banggar diusulkan masing masing Fraksi. Pembahasan penetapan anggaran pada saat itu diakui terjadi tarik ulur atar anggota DPRD dengan SKPD, sehingga pembahasan pada saat itu molor selama empat bulan lebih.

Pengesahan yang sedianya disahkan pada Desember 2012, baru disahkan April 2013. Namun Mulyadi mengaku tidak ikut dalam rapat komisi pembahasan penetapan anggaran tahun 2012-2013.

Baca: Mulyadi Mustamu dan Ketua DPRD Jeneponto Kongsi, Ariadi Arsal: Mesti Jaga Stabilitas dengan Bupati

"Saya tidak ikut dalam pembahasan, karena saat itu saya tidak setuju ada penambahan anggaran, "kata Mulyadi.

Pembahasan program dana aspirasi yang diusulkan oleh anggota DPRD, untuk ditampung dalam APBD dinilai tidak melalui mekanisme. Usulan itu tidak melalui musrembang.

Beberapa anggota DPRD dinilai terkesan memaksakan agar diakomodir dalam APBD, yang kemudian dibagi keseluruh anggota Dewan yang berjumlah 35 orang.

Diketahui, kasus ini diusut Kejaksaan bermula saat ditemukannya beberapa proyek dari dana aspirasi ternyata fiktif karena pencairan dana dan proyeknya telah dikerjakan pada 2012.

Laporan pertanggungjawaban proyek ditemukan adanya ketidaksesuaian dengan kondisi di lapangan, dan diduga dibuat seolah-olah pekerjaan telah dilaksanakan sesuai kontrak.

Beberapa proyek juga diduga tak sesuai spesifikasi yang ditentukan. Sejumlah legislator diduga yang mengerjakan proyek itu.

Dana aspirasi dianggarkan Rp 23 miliar oleh Pemerintah Kabupaten Jeneponto untuk pembangunan infrastruktur di daerah pemilihan 35 legislator DPRD Kabupaten Jeneponto. Pos anggarannya dititip di beberapa satuan kerja perangkat daerah Kabupaten Jeneponto.

Penyidik itu juga mengatakan diduga proyek yang dianggarkan dari usulan anggota DPRD Jeneponto itu tidak sesuai dengan prosedur yang ada mulai dari pengusulan anggaran, persetujuan, hingga penggunaan anggaran. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved