Hardin, Penjual Ikan kering dari Bone yang Tembus Pasar Ritel
Saat ini dia di Jakarta sedang mengikuti Babak Final Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2016.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan Wartawan Tribun Timur, Muhammad Fadhly Ali
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ada-ada saja kreativitas enterpreneur muda satu ini. Ikan kering yang banyak di kampungnya, Desa Maneran Kecamatan Salomekko Kabupaten Bone dijadikan usaha kreatif dengan membangun Rumah Ikan Balerakko.
Dia adalah Hardin, alumnus Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Makassar.
Tidak tanggung-tanggung saat ini memiliki sembilan item ikan kering yang berhasil menembus ritel modern di Makassar dan Sulbar. Sebut saja, Carrefour, Alfa Midi, dan LotteMart.
Hardin menceritakan tentang usaha yang dirintisnya 2012 silam, yang bergerak di bidang industri dan perdagangan ikan kering dengan brand Balerakko Teluk Bone.
Saat ini dia di Jakarta sedang mengikuti Babak Final Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2016.
Baca: Mahasiswa UNM Juarai Wirausaha Muda Mandiri 2016 Kategori Usaha Sosial di Bogor
"Inspirasi membuat usaha ini berasal dari kampung saya di pesisir kabupaten bone yg memiliki banyak hasil tangkapan ikan tapi tidak dikelola oleh penduduk setempat bahkan di buang begitu saja jika musim penghujan tiba," tulis Hardin via WhatsApp.
Padahal kalau dikelola dengan baik, lanjut dia, akan menambah nilai jualnya berpuluh kali lipat.
"Saya berpikir kenapa potensi kekayaan alam Indonesia dari sektor perikanan ini tidak dikelola dengan baik? padahal sangat berpotensi mengurangi angka kemiskinan yang saat ini mencapai 28,28 juta jiwa dan pengangguran yg mencapai 7,56 juta di Indonesia," ujarnya.
Dengan modal sendiri kala itu yang tak sampai sejuta ia mengolah ikan kering yang hendak dibuang nelayan saat pengujan tiba menjadi 9 item ikan kering dengan harga terjangkau.
Kesembilan item Balerakko Teluk Bone tersebut yakni, ikan kering paggoro dibanderol Rp 21 ribu, Ikan tiko-tiko Rp 21 ribu, ikan mairo Rp 20 ribh, Ebi balaceng Rp 16 ribu, Ikan teri nasi Rp 32 ribu, Ikan Bungo Rp 26 ribu, ikan kering gabus Rp 26 ribu, ikan cmbang-cambang Rp 26 ribu, dan ikan bete-bete tanpa tulang Rp 26 ribu.
Luar biasanya, produksi ikan kering tersebut hanya di ruang berukuran 5 meter x 3 meter, dengan peralatan yang seadanya.
"Proses produksi kami secara semi manual dengan melibatkan masyarakat yang ada di desa Manera kecamatan Salomekko, Bone. Produksi perbulan mencapai 5 ton ikan kering atau 5000 picis per bulan," kata lelaki kelahiran Bone, 1987 silam ini.
Saat ini, Hardin punya 60 pekerja dari berbagai golongan mulai dari anak putus sekolah, mantan narapidana, lulusan SMA, mahasiswa, hingga sarjana. Sedangkan untuk mitra nelayan ada 30 orang dan 50 mitra kepala keluarga untuk membantu tahapan penyediaan bahan baku serta pemasaran.
"Alhamdulillah omzet kamu mencapai 50 juta/bulan. Ke depannya kita akan perkuat lagi pemasaran denga menggandeng Indomaret dan Alfamart yang saat ini sementara proses untuk running," tutupnya. (*)