Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Direktur LAPAR Ungkap Lima Alasan Intoleransi Berkembang di Indonesia

Perilaku ini menurutnya, membuat keutuhan bangsa dan negara Indonesia bisa hancur akibat tak terjaganya toleransi.

Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Suryana Anas
dok tribun-Timur/fb
logo_lapar_lembaga_Advokasi_Pendidikan_Anak_Rakyat (elPAR) Makassar 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Hasim Arfah

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel, Abdul Karim mengungkapkan lima alasan sehingga intoleransi berkembang pesat di Indonesia.

Bahkan, perilaku ini membuat keutuhan bangsa dan negara Indonesia bisa hancur akibat tak terjaganya toleransi.

Pertama, kekacauan pluralitas dan toleransi karena kebijakan elit politik, baik politik lokal maupun nasional yang tak pro dengan rakyat.

"Itu terdapat pada problem regulasi, misalnya di level lokal pemda-pemda menerbitkan aturan bertema agama, ini bisa memicu intoleran begitu pula tentang aturan kepemiluan, mestinya KPU membuat peraturan bahwa setiap calon presiden dan kepala daerah dilarang membuat visi misi bertema agama," ujarnya, Jumat (18/11/2016).

Aktivis Muda Nahdlatul Ulama (NU) ini menganggap jika tak ada larangan kampanye berbasis agama, maka para kontstan berpeluang membangun isu politik berbasis agama dan SARA.

Kedua, ketidakadilan sosial dan ekonomi dalam situasi orang miskin  maka mereka mudah dibayar untuk melakukan kekerasan atas nama agama.

"Sehingga, ini menjadi perhatian penting untuk membuat ekonomi merata sehingga tak terjadi kekerasan atas nama agama," katanya.

Ketiga, tokoh-tokoh agama yang sadar pluralisme dan toleransi tidam terkonsolidasi dengan jamaahnya.

"Mereka harusnya membangun hubungan solid dengan jamaahnya, makanya jangan heran di level elit tokoh agama punya pemahaman soal pluralisme dan toleransi, tapi dilapis bawah tidak terserap," katanya.

Keempat, kelompom agama-agam asyik dengan dunianya sendiri.

Mereka tak terlibat aktif dalam isu-isu publik, seperti layanan pendidikan, kesehatan.

"Kondisi begini agama tak hadir diruang publik sebagai bingkai moral, agama-agama disini harusnya kerjasama mendorong isu-isu publik itu, sehingga kemudian tak mudah untuk diprovokasi dengan isu intoleran," katanya.

Kelima, Program deradikalisasi melalui BNPT selama ini nampaknya tidak efektif.

"Karena yang disentuh hanya elit-elit agama-agama dan itupun ditunaikan dalan bentuk seremonial saja, seperti seminar, workshop," katanya.

"Perlu melakukan formulasi ke lapisan miskin karena sering yang berbuat kejahatan karena dirinya miskin dan tak terpelajar," katanya. (*

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved