Film Bangkit, Husain Abdullah: Anak Makassar Menembus Zaman Menerobos Monopoli
Dia mencontohkan film Dumba Dumba dan Uang Panai. Dua film ini diproduksi dan disutradarai anak Makassar, Hendra Siradjuddin dan Syahrir Arsyad Dini.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Di sela kesibukannya mendampingi Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK), Husain Abdullah tetap meluangkan waktu mengamati dan memikirkan perkembangan Makassar.
Bukan hanya perkembangan fisik kota ini yang diamati Uceng, sapaan Husain. Perkembangan dan trend yang terjadi di kalangan anak muda Makassar juga tak luput dari pantauan dan analisa dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Hasanuddin (Unhas) ini.
Sepulang dari Mongolia, mendampingi JK dalam lawatan dinas, pekan ini, Uceng tergetar mencermati industri per-film-an di Makassar.
“Menarik mencermati kebangkitan anak muda Makassar belakangan ini dalam industri film. Boleh dikata anak-anak Makassar mampu menembus batas dan zaman dibanding daerah-daerah lain di Indonesia dalam hal industri perfilman,” ujar Uceng.
Menurut mantan jurnalis televisi itu, film adalah industri yang memadukan multitalenta, mulai dari keterampilan teknis, imajinasi penulisan naskah, penyutradaraan, seni peran hingga sales-marketing sebagai sebuah produk industri.
“Kreativitas kunci dari industri film. Sebuah karya perfilman hanya lahir dari sekumpulan orang-orang kreatif. Artinya di Makassar saat ini sedang tumbuh mekar-mekarnya lapisan anak-anak muda kreatif, jika melihat kehadiran beberapa film-film lokal saat ini,” jelas Uceng.
Dia mencontohkan hadirnya film Dumba Dumba dan Uang Panai. Dua film ini diproduksi oleh anak Makassar, Produser Hendra Siradjuddin, dan disutradarai Syahrir Arsyad Dini.
“Selama ini industri film adalah monopoli Jakarta. Sutradara, aktor, aktris hingga produser semua berkumpul di Jakarta. Makassar menerobos monopoli itu, ketika industri film lokal tidak berkembang di banyak kota. Kalaupun ada, biasanya produksi Pemda yang tentu mengusung pesan-pesan pemerintah pula,” jelas Uceng.
Menurutnya, industri film boleh disebut sebagai tolok ukur kemajuan sebuah negara. Lihat saja Amerika dengan Hollywood, India yang kesohor dengan Bollywood, lalu industri film-film animasi Jepang, drama Korea dan kini disusul Turki.
Kemajuan industri film negara-negara tersebut seakan-akan berbanding lurus dengan kemajuan ekonomi bahkan peradabannya.
“Karena itu maraknya industri film di Makassar memberi kita isyarat dan harapan baru akan kemunculan anak-anak muda Makassar lebih diperhitungkan secara nasional yang bahkan akan lebih menggairahkan geliat kota Makassar sebagai salah satu barometer atau lokomotif kemajuan Indonesia,” kata Uceng.
Tidak hanya itu, industri film juga memiliki multiplayer effect yang besar. Uceng yakin, industri film akan memicu rantai kreativitas di banyak bidang. Oleh karena itu industri ini bisa menjadi mesin penggerak ekonomi yang menyerap angkatan kerja kaum muda.
“Dari sektor film inilah anak-anak muda tersebut tumbuh menjadi pengusaha-pengusaha kreatif, berlatih membiasakan diri berproduksi, memasarkan serta menjaga konten dan mutu. Ilmu ini bisa menjadi basis bagi produk-produk bisnis lainnya, sehingga mampu melahirkan kelas menengah baru. Ujung-ujungnya akan mengerek tingkat kemajuan ekonomi Makassar,” kata Uceng.
Sudah Tayang
Bombe Dua: Dumba-Dumba, mulai tayang di bioskop se-Indonesia, Kamis (25/2/2016).
Dumba'-Dumba', film drama yang disutradarai Syahrir Arsyad Dini dari Art2Tonic.