Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Setelah 43 Tahun, Inilah Warisan Berharga Ayah Pedagang Sate Maros di Jl Kumala

"Ini sudah gerobak keempat mi Pak," kata Adi, seraya terus mengipas sate ayam pesanan pelanggan,

Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Thamzil Thahir

"INGAT Nak, kalau ada penjual sate dari Maros, kenali itu adalah keluarga kita," kata Akbar Rasyid (23), mengenang pesan mendiang ayahnya, Haji Rasyid Leppangang, beberapa tahun lalu.

VIDEO: Adi Mulaidi Rasyid Layani Pelanggan

Haji Rasyid, boleh dikata adalah generasi pertama pedagang sate gerobak asal Maros di pertigaan Jl Kumala, Jl Veteran Selatan dan Jl Sultan Alauddin, Pabbaeng-baeng, selatan Kota Makassar.

Sang Haji meninggal tahun 2013 lalu. Dia dimakamkan di kampung halamannya, Desa Leppangeng, Kecamatan Bontoa, perbatasan Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan.

Kini usaha gerobak satenya dilanjutkan dua putranya; Adi Mulyadi Rasyid (25) dan Akbar Rasyid (23).
"Ini sudah gerobak keempat mi Pak," kata Adi, seraya terus mengipas sate ayam pesanan pelanggan, Selasa (21/6/2016) dini hari.

Beberapa pedagang sate sapi dan ayam populer di Makassar, terbilang saudara dan masih kerabatnya.

Sebutlah sate di pertigaan Jl Landak dan Jl Dr Ratulangi, Makassar. Usaha sate itu dirintis adiknya, Haji Arsyad Leppangang.

"Sekarang sate Landak juga sudah dikelola kakak sepupu saya, anaknya Haji Arsyad," kata Adi, kepada Tribun.

Sate di Jl Gunung Merapi, dikelola saudara sepupu mendiang Haji Rasyid. SAte Kamase-Mase di Jl Masjid Raya, dan sate di Lampu Merah Jl Andi Tonro, juga masih kerabat dekat mendiang Haji Rasyid.

"Adiknya bapak yang bungsu kini jualan sate juga di Samping Masjid Leppangeng," kata Akbar, merujuk kampung halaman ayahnya, yang awal Ramadan lalu, masih sempat dia kunjungi.

Adi menegaskan, meski sekampung dan masih terbilang kerabat, namun bumbu racikan sate mereka berbeda, satu sama lain.

Dia juga mengatakan, selama dididik berjualan sate oleh mendiang ayahnya sejak akhir tahun 1990-an, mereka diwarisi nilai berharga.  "Bumbu, benda, tapi kualitas daging, selalu senyum dan jujur sama pelanggan, tetap sama," kata bujangan ini.

Dia memperkirakan di Kota Makassar ini ada sekitar 15 pedagang sate asal kampung yang berjarak sekitar 50 km, utara Makassar itu.

Kampung Leppangeng, di utara Maros, berada di bantaran Sungai Kalibone dan Binanga Sangkara, utara Maros.

Sejak dekade 1960-an, adalah kampung pedagang sate di Kota Ujungpandang. "Kalau Sop Saudara dari Baru-baru, Pangkep, bakso daging kuah kacang dari Galesong, penjual sate itu dari Maros,"

Di dekade 1970-1980-an mereka belum menatap atau mangkal di huk-huk jalan protokol kota. Mereka masih keliling kota, dengan gerobak.

"Katanya dulu itu, masih sedikit orang yang punya kendaraan. Jadi Haji (Rasyid), masih datangan pembeli," kata Akbar, seraya memasukkan uang di laci kayu peninggalan mendiang ayahnya

Laci kayu itu memang sudah terlihat usang. Itulah satu-satunya, peninggalan ayahnya yang masih mereka pelihara hingga kini.

Gerobak yang dipakai Adi dan adiknya, Akbar kini sudah berbentuk alumunium baja. Di bagian depan gerobak itu, ada motor bermerek VIAR.

Adi dan Akbar adalah anak dari istri keempat mendiang Haji Rasyid. Sejak di Makassar, ayahnya sudah empat kali pindah rumah. pernah tinggal di JL Rajawali, Jl Mappaouddang, dan terakhir di sekitar Jl Kumala.

Saban Ramadan, pelanggannya bertambah. kebanyakan pembeli meladeni untuk keperluan sahur.
"Biasa kami bikin sampai 1000 tusuk," kata Adi, merujuk dua jenis sate jualannya, sate sapi dan sate ayam.

Biasanya yang jenis sate yang paling laku adalah sate daging sapi. Mereka sudah punya langganan pemasok daging, yang harganya relatif bersaing.

Adi dan Akbar, mengaku sejauh ini masih betah dan tetap akan melanjutkan usaha sate orang tuanya.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved