Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

WNI Disandera di Filipina

Pernah Disandera Semasa Jadi Wartawan, Berikut Pesan Meutya Hafid

"Karena, itu dapat membahayakan posisi para sandera,"

Editor: Ilham Mangenre
dok internet
Meutya Hafid 

TRIBUN-TIMUR.COM- Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menilai strategi yang harus dilakukan untuk selamatkan 10 WNI yakni, perang melawan kelompok Abu Sayyaf ataupun penuhi tebusan, sebaiknya tidak didebatkan di publik.

Demikian berdasarkan pengalaman Meutya Hafid yang pernah juga mengalami tragedi penyanderaan bersama juru kameranya, Budiyanto, saat bertugas di Irak pada Februari 2005.

Pengalaman itu terjadi kala ia masih berprofesi sebagai jurnalis.

"Karena, itu dapat membahayakan posisi para sandera," ujar penulis buku berjudul 168 jam dalam sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak itu kepada Tribunnews.com, Rabu (30/3/2016).

"Jangan lupa para penyandera mungkin memantau pemberitaan," katanya.

"Dalam kondisi begini memang kita tidak perlu banyak berpendapat di publik karena informasi-informasi seperti strategi penanganan dan lainnya dapat dipantau oleh penyandera," ujarnya.

Setiap ucapan ataupun pendapat, ujarnya, jika salah dapat membahayakan nyawa 10 WNI yang tengah disandera.

Untuk hal ini Politika Golkar ini mengajak semua elemen masyarakat mempercayakan sepenuhnya penanganannya kepada pemerintah.

Meutya Hafid masih menyimpan pengalaman tragedi penyanderaan bersama juru kameranya, Budiyanto, saat bertugas di Irak pada Februari 2005. Pengalaman itu terjadi kala ia masih berprofesi sebagai jurnalis.

Kini, Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid masih bisa merasakan kondisi atau situasi disandera oleh kelompok garis keras, seperti yang kini dialami 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf Filipina.

Meutya berharap pemerintah bergerak cepat menyelamatkan 10 WNI yang kini masih belum tahu keberadaannya di tangan kelompok Abu Sayyaf.

"Sebagai komisi 1, juga sebagai orang yang pernah disandera kelompak garis keras, tentu saya berharap Kementerian Luar Negeri (Kemlu) bergerak cepat," tuturnya.

Dara kelahiran Bandung itu tak menyangsikan kemampuan Kemlu yang sudah memiliki pengalaman menangani aneka penyanderaan WNI di luar negeri.

"Di Filipina juga saya yakin kemlu memiliki jaringan-jaringannya. Sebagian besar penanganan penyelamatan berhasil baik," ucap politika Golkar ini.

Memang kelompok Abu Sayyaf, kata dia, termasuk kelompok yang sangat keras.

"Saya yakin kemlu paham langkah-langkah yang harus diambil."

"Sya rasa ada catatan-catatan pengalaman, termasuk ketika saya disandera oleh garis keras di Irak, yang bisa menjadi benchmark penanganan sandera, oleh kemlu," katanya. (Srihandriatmo Malau)

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved