ACC Harap Kejari Makassar Tidak Ragu Usut Penggunaan Dana Bimtek DPRD Makassar
Pasalnya, Korps Adyaksa itu belum menyelidiki kasus yang menghabiskan anggaran senilai Rp 4,5 Miliar
Penulis: Hasan Basri | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR-Lembaga Anti Corruption Commitee (ACC) Kota Makassar menilai ada kesan Kejaksaan Negeri Makassar ragu ragu dalam mengusut penggunaan anggaran dana Bimtek anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Makassar.
Pasalnya, Korps Adyaksa itu belum menyelidiki kasus yang menghabiskan anggaran senilai Rp 4,5 Miliar, dengan alasan masih menunggu surat perintah tugas dari Kepala Kejari selaku pimpinan.
"Kan ada pulbaket untuk kasus ini, kenapa harus ragu? kasus inikan menarik perhatian publik, kejasaan harus responsif terhadap kasus yang menarik perhatian publik jangan berlindung dibawah perintah atasan,"kata Wakil Direktur Anti Corruption Commitee (ACC) Abdul Kadir Wokanubun.
Kadir mengatakan, pengusutan tersebut penting, sebab penggunaan anggaran dalam jumlah cukup banyak dikhawatirkan ada unsur perbuatan melawan hukum dan pelanggaran pidana.
Hal serupa juga disampaikan Staf Badan Pekerja ACC, Wiwin Suwandi bahwa Kejaksaan harus mengusut penggunaan dana Bimtek DPRD Kota Makassar. Dia menyampaikan dana sebesar Rp 4,5 miliyar hanya dalam waktu beberapa hari disebut sebagai bentuk pemborosan.
"Menggunakan dana 4,5 Miliar hanya dalam waktu beberapa hari itu adalah bentuk pemborosan dan sangat tidak wajar,"jelasnya.
Wiwin mendesak Kejaksaan serius mengusut kegiatan para wakil rakyat ini, sebab tidak menutup kemungkinan ada indikasi perbuatan melawan hukum atau markup di dalamya.
Sekitar 45 anggota DPRD Makassar dijadwalkan berangkat Bimtek di Bali dengan didampingi dua orang staf sekretariat DPRD Makassar. Anggaran yang digunakan masing masing legislator mendapat Rp 4,5 juta.
Etimasi biaya yakni akomodasi.
Namun tidak termasuk biaya trasportasi lokal dan tiket pesawat pulang-pergi. Dana Bimtek setiap anggota dewan diketahui berkisar Rp 4-5 juta. Hanya saja, penggunaannya pihak kejari menilai tidak tepat sasar.(*)