Mahful Muis, Pendiri Gafatar yang Kukenal
M adalah huruf favorit keluarga ini.
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Edi Sumardi
Mahful diterungku di sel Mapolda Sulsel karena dicap "sesat" dan menistakan agama Islam. Ia dituduh dan dilaporkan menyebarkan ajaran Al Qiyadah Al Islamiyah di Sulsel.
(***)
SAAT nyantri di Pondok Pesantren DDI Mangkoso, Barru, (1987-1994), Mahful Muis (40 tahun), kukenal sebagai sosok yang tenang, murah senyum, dan selalu tampil rapi.
Jumat (29/1/2016) siang, aku baru mengamati lagi detail foto Mahful usai diperiksa penyidik Kejaksaan Agung di Jakarta.
Seperti, 7 tahun lalu, Mahful kembali diperiksa terkait laporan dugaan penistaan ajaran agama.
Kemarin kulihat, Mahful tetap mengesankan sosok tenang dan ramah. Hanya saja dia lebih tirus. Posturnya tegap, dan rambut depannya mulai jarang.
Dulu, 30 tahun lalu, muka Mahful tembem. Pipinya laiknya ada balon.
Postur juga sesubur rambutnya.
Songkok kain hitam berpita hijau, adalah penutup kepala favoritnya. Saban ke sekolah, rambut di atas daun telinga selalu tersisir rapi dan rapat. Dia santri yang tahu berpenampilan patut ala santri.
Seperti santri kebanyakan, di kampus Pondok Putra DDI Mangkoso -di bukit Tonrong'e, sekitar 2,5 km tenggara Mangkoso, ibu kota kecamatan Soppeng Riaja,-- Mahful sempat tinggal di asrama.
Kala naik kelas II tsanawiyah, dia bermukim ke rumah panggung semi permanen, bersama seorang adik kelasnya, yang juga dari Pangkep.
Laiknya kitab suci, saat membawa kitab kuning, atau buku pelajaran khas pesantren salafiyah, Mahful selalu mendekapnya. Kiai dan para ustad memang mengajarkan, selalu menghormati kitab.
Soal penegakan etika dan ahlakul karimah di kampus, Mahful terbilang santri taat. Jika merokok atau keluar kampus tanpa izin kapala asrama adalah 'defenisi santri nakal', maka Mahful tidak nakal.
Mahful bahkan konsisten meraih gelar ranking kelas. Baik itu di masa setahun persiapan (iddadiyah), dan masing-masing 3 tahun di tsanawiyah (level SMP) dan aliyah (level SMA).
Soal ranking kelas ini, Mahful punya "saingan". Namanya, Mahrus Amri.