VIDEO: Warga Kampung Manippasa Maros Gelar Maulid, Perahu Phinisi Dipenuhi Telur
Ratusan warga dari luar Tanralili seperti Lau, Bantimurung dan Turikale juga ikut memeriahkan Maulid yang dihadiri Ketua DPRD Maros, Chaidir Syam
Penulis: Ansar | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan Wartawan Tribun Timur, Ansar Lempe
TRIBUN-TIMUR.COM, MAROS - Warga Kampung Manippasa, Desa Damai, Kecamatan Tanralili Maros menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di perahu phinisi. Peringatan 'Maudu Tradisi' ini hanya digelar di Kampung Manippasa, Minggu (3/1/2016).
Ratusan warga dari luar Tanralili seperti Lau, Bantimurung dan Turikale juga ikut memeriahkan Maulid yang dihadiri Ketua DPRD Maros, Chaidir Syam tersebut yang hanya digelar di daratan.
Sekitar 200 perahu phinisi mini yang di pajang di lokasi khusus digelarnya Maudu Tradisi tersebut. Luas lahan sekitar 20 are itu dipenuhi dengan perahu yang dihiasi dengan kain sutera, kain kebaya, sarung batik dan sejumlah jenis kain lainnya.
Ketua Panitia Penyelenggara, Umar (30) mengatakan, Maulid Tradisi atau Maudu Tradisi ini digelar warga setempat sekitar 1600 tahun lalu. Saat seorang cucu ke- 16 Rasulullah, Jalaluddin hijrah dari Mekkah ke Desa Damai.
Pada perayaan Maulid itu, semua warga setempat yang telah berkeluarga diwajibkan untuk membuat perahu phinisi dan dihiasi sendiri saat perayaan Maulid.
"Bahkan isi perahu, seperti telur, dan parsel yang berisi seperti makanan dan minuman, bahkan ada juga baju dan sapatu bocah disediakan langsung oleh pemilik perahu," katanya.
Meski begitu, panitia tidak pernah menarget harga dari isi perahu tersebut. Isinya sesuai dengan kemampuan masing- masing warga. Jika merasa penghasilannya, sudah cukup maka isi perahunya juga mahal.
Menurutnya, pada acara besar itu, setiap kepala keluarga hanya mengeluarkan uangnya untuk mengisi kapalnya, sekitar Rp1,5 juta. Untuk kain yang dipasang di kapal, nantinya akan dibagikan kepada warga.
"Warga disini satu rumpun semua, tidak ada orang lain. Kain- kain ini nantinya akan kami bagikan kepada warga yang berhak menerimanya. Kita pakai perahu karena zaman dulu orang Bugis- Makassar identik perahu phinisi saat berlaut," katanya.
Maudu Tradisi itu digelar di atas tanah yang duwakafkan oleh warga, lantan jika digelar di masjid pasti tidak muat. Hal tersebut membedakan peringatana maulid pada umumnya yang digelar di masjid dan ada embernya.