Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Putra Administrator Inggris: Kok Tuhan Bisa Mati?

putra administrator kolonial kerajaan Inggris, Gavin Green, Anthony Vatswaf Galvin Green,

Penulis: Ilham Mangenre | Editor: Ilham Mangenre
net
Anthony Vatswaf Galvin Green 

TRIBUN-TIMUR.COM- Ini kisah tokoh Islam London, Anthony Vatswaf Galvin Green, ketua The Islamic Education & Research Academy (iERA).

Sebelum memeluk Agama Islam, putra administrator kolonial kerajaan Inggris, Gavin Green, itu, sering membuat heboh atas pertanyaan-pertanyaannya cukup kritis, salah satu pertanyaannya: kok Tuhan bisa mati?

Sebagai anak dari keluarga tokoh nonmuslim, semasa kecil hingga remaja, Anthony hidup bersama para biarawan di Ampleforth College, di Yorkshire, Inggris Utara.

Pria kelahiran 1962 di Dar es Salaam, Tanzania, tersebut disekolahkan Ampleforth College agar menjadi penganut yang taat.

Namun, nasib berkata lain. Semasa dia jadi murid, Anthony sering bertanya kepada ibunya: kok ada Tuhan bisa mati?

Pertanyaan itulah yang membuat kepalanya galau hingga akhirnya jadi muslim pada 1988. Dia pun mengubah namanya menjadi Abdur Raheem Green.

Mencari Jawaban

Ketika berusia 11 tahun, ayah Green mendapat pekerjaan sebagai Manajer Umum di Bank Barclays di Kairo.

Sejak itu, sampai 10 tahun kemudian, Mesir menjadi tempat Green menghabiskan liburan sekolah, karena Green tetap bersekolah di Inggris.

Green selalu menikmati liburannya di Mesir, dan ketika ia kembali ke Inggris, banyak pertanyaan yang menghantui pikirannya.

Doktrin kehidupan Barat yang ia kenal selama ini, selalu mengukur kebahagiaan hidup dengan kecukupan dan terpenuhi kebutuhan materi.

Membandingkannya dengan kehidupan masyarakat Muslim di Mesir, Green jadi bertanya-tanya, mengapa ia harus tinggal di sini (Inggris)? Apa tujuan hidupnya? Untuk alasan apa manusia ada? Apa arti semua ini? apa artinya cinta? hidup itu untuk apa?

Green merenungi semua pertanyaan dalam benaknya. Bukan, hidupnya bukan hanya untuk sekolah, lulus ujian dengan nilai bagus, lalu kuliah, dapat gelar sarjana, kemudian dapat pekerjaan yang bisa memberikannya banyak uang. Lalu menikah, punya anak, mengirim mereka ke sekolah terbaik, dan seterusnya ...

"Tidak, saya tidak percaya hidup hanya untuk melakukan itu semua," kata Rahim Green seperti yang ia pernah ceritakan di Right Islam dan dikutip berbagai media di Inggris, kala itu.

Green termotivasi untuk mencari jawaban sesungguhnya. Ia pun mulai mencari tahu tentang ajaran agama lain, yang ia pikir bisa memberikan pandangan dan pemahaman padanya tentang apa hidup itu dan apa tujuan hidup sebenarnya.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved