Alasan Biksu Ashin Wirathu Bantai Muslim Rohinya: Mereka Anjing Gila
Dia mengatakan kepada New York Times, "Saya bangga disebut Buddha radikal."
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM – Biksu Buddha Burma, Ashin Wirathu semakin dikecam di jejaring sosial Indonesia menyusul tudingan terhadap dirinya sebagai dalam pembantaian Muslim Rohingya.
Dia dinilai tidak mengamalkan ajaran Budha yang penuh kasih saying dan cinta damai.
Justru dipraktikkan adalah mendorong kekerasan terhadap Muslim yang menjadi minoritas di Myanmar.
Akibat tindakannya itu, ratusan Muslim tewas dibantai dan ratusan ribu mengungsi, termasuk ke Indonesia.
Biksu Ashin Wirathu pun dilabeli sebagai "Burma bin Laden" serta “The Face of Buddhist Terror” sebagaimana ditulis majalah Time.
Tindakan Biksu Ashin Wirathu tak lain sebagai gerakan pembalasan atas penghancuran patung Buddha Bumiyan di Afganistan oleh Taliban atau gerakan 969.
Gerakan ini telah berkembang luas di Myamar.
Sentimen anti-Muslim pun menyebar sejak beberapa tahun lalu. Muslim dibantai dan diusir dari negara itu atas perintah Bisku Ashin Wirathu.
Dikutip dari Washington Post, Biksu Ashin Wirathu menyebut Muslim sebagai musuh.
Dia mengatakan kepada New York Times, "Saya bangga disebut Buddha radikal."
Aktivis hak asasi manusia Myanmar memperingatkan Biksu Ashin Wirathu jika tindakan radikalnya mempromosikan sebuah ideologi mirip mirip neo-Nazisme. Bukan menyebarkan ajaran dengan penuh kasih saying.
"Anda bisa penuh kebaikan dan kasih, tetapi Anda tidak bisa tidur di samping anjing gila (Muslim Rohingya)," kata Biksu Ashin Wirathu, sebagaimana dikutip dari Washington Post.
Pelacur
Biksu Ashin Wirathu juga pernah disorot gegara melontarkan kata-kata tidak etis, yakni menyebut seorang utusan PBB "pelacur" dan "wanita jalang", Januari 2015.
Dikutip dari BBC, pejabat hak asasi manusia PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein pun mendesak pemerintah Myanmar mengecam keras biksu Ashin Wirathu.
Al Hussain mengatakan komentar Wirathu tergolong "ucapan yang bisa memicu kebencian".
Ia juga menilai bahwa komentar tersebut "melecehkan dan tidak menghargai martabat wanita".
[Biksu Wirathu menyebut seorang utusan PBB sebagai 'pelacur' dan 'wanita jalang']
"Saya mendesak para pemimpin politik dan agama di Myanmar untuk mengecam semua ucapan yang bisa memicu kebencian," kata Al Hussain dalam satu pernyataan tertulis.
Biksu Ashin Wirathu mengeluarkan komentar ini dalam satu unjuk rasa Januari 2015, untuk menentang lawatan utusan PBB, Yanghee Lee, yang antara lain mengangkat nasib minoritas Muslim di Myanmar.
'Tidak Menyesal'
Yanghee Lee mengatakan bahwa warga Muslim Rohingya hidup dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Wirathu sendiri dalam wawancara dengan BBC menolak tuduhan bahwa dirinya memicu kebencian.
"Saya tidak menyesal ... kata-kata yang saya pakai sangat lunak. Ketika itu saya berbicara tentang isu nasional, bukan berceramah tentang agama," kata Ashin Wirathu.
Wirathu mendekam di penjara selama hampir sepuluh tahun setelah dinyatakan bersalah memicu kebencian terhadap orang-orang Islam.
Ia dikenal sebagai pemimpin gerakan 969 yang mengatakan Myanmar adalah negara Buddha dan mestinya ada pembatasan atau boikot terhadap warga Muslim.(*)