Pemilihan Rektor Unhas
Prof Djafar: Tanggapan Rektor Unhas Keliru
Prof Dr Muh Djafar SH MH menanggapi komentar Rektor Unhas Prof dr Idrus A Paturusi terkait polemik pasca pemilihan rektor Unhas
Penulis: Anita Kusuma Wardana | Editor: Suryana Anas
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM -- Kepala Bagian Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Muh Djafar SH MH menanggapi komentar Rektor Unhas Prof dr Idrus A Paturusi terkait polemik pasca pemilihan rektor Unhas, Senin (27/1/2014) lalu.
Sebelumnya, Prof Idrus menilai, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhammad Nuh tidak memberikan banyak hak suaranya kepada Dr dr A Wardihan Sinrang, lantaran Wakil Rektor II Unhas tersebut belum bergelar profesor. Selain itu, Dr Wardihan juga belum tercatat sebagai dosen tersertifikasi.
"Penyataan rektor itu keliru dan tidak pantas diucapkan oleh rektor. Kedua hal yang ia sebutkan itu tidak masuk dalam persyaratan seseorang untuk menjadi rektor," ujarnya.
Prof Djafar menjelaskan syarat dan ketentuan rektor berdasarkan peraturan menteri tidak mensyaratkan seseorang harus bergelar profesor, yang ada hanya minimal berpendidikan doktor untuk menjadi rektor. Selain itu, tidak ada syarat khusus yang untuk menjadi rektor harus sudah tercatat sebagai dosen bersertifikasi.
"Jika dua hal tersebut menurutnya jadi aturan, hal ini menunjukkan rektor Unhas Prof Idrus pun turut melanggar aturan karena dia juga menunjuk Dr Wardihan sebagai pembantu rektornya yang mendampinginya selama dua periode. Saya harap rektor menarik kembali perkataannya tersebut," jelasnya.
Menurutnya, menteri harus objektif dalam menilai seseorang untuk menjadi rektor yakni berdasarkan sembilan dasar penilaian menteri. Selain itu, juga harus mempertimbangkan jumlah suara dari para senator, dimana sebagian besar senator Unhas mempercayakan amanah jabatan rektor kepada Dr dr A Wardihan Sinrang.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Aswanto, SH, MH bersama ratusan guru besar lainnya menyatakan akan mengajukan yudisial review atas Peraturan Menteri No. 33 tahun 2012 tentang pengangkatan rektor. Dimana, dalam aturan tersebut menyebutkan, menteri memiliki hak suara sebesar 35 persen dari jumlah senat yang ikut dalam pemilihan rektor.
Menurutnya, hak suara sebesar 35 persen telah mengoyakkan proses demokrasi dalam penyelenggaraan perguruan tinggi yang juga dinilai melanggar. (*)