14 Hari Puisi 'Doa yang Ditukar' Berpolemik, Akhirnya Fadli Zon Minta Maaf, Benar Sindir Mbah Moen?
Fadli Zon akhirnya meminta maaf kepada Mbah Moen terkait polemik Puisi hasil karyanya beberapa hari lalu.
TRIBUN-TIMUR.COM - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon akhirnya memberikan klarifikasi dan meminta maaf secara resmi pda ulama NU KH Maimoen Zubair (Mbah Moen).
Dilansir oleh TribunWow.com, permohonan maaf tersebut tampak ia sampaikan melalui akun Twitter @fadlizon, Minggu (17/2/2019).
Fadli Zon mengaku dirinya difitnah menyerang Mbah Moen.
Padahal sudah sangat jelas ia menegaskan Puisi itu tidak ditujukan pada Mbah Moen.
Ia juga menyatakan sangat menghormati Mbah Moen, oleh karena itu, Faldi Zon meminta maaf apabila membuat Mbah Moen dan keluarga tidak nyaman, atas dampak yang ditimbulkan oleh memanasnya suasana politik yang ada.
Baca: Debat Pilpres 2019, KPU Hilangkan Penonton Dibelakang Peserta, Link Live Streaming Pukul 20.00 WIB
Baca: Mahfud MD Respon Keras Fadli Zon Ogah Minta Maaf Soal Puisi Doa yang Ditukar, Ini Komen Menohoknya
Berikut pernyataan lengkap Fadli Zon mengenai hal tersebut.
"Puisi sy, “Doa yang Ditukar”, hingga hari ini terus digoreng oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk menyebarkan fitnah dan memanipulasi informasi.
Sy difitnah sbg telah menyerang K.H. Maimoen Zubair melalui puisi tsb. Tuduhan tsb sangat tidak masuk akal, mengingat sy sangat menghormati K.H. Maimoen Zubair dan keluarganya.
Untuk menghindari agar fitnah tsb tak dianggap sbg kenyataan, saya merasa perlu untuk menyampaikan klarifikasi tertulis sbg berikut:
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :
Baca: Setia Selama 43 Tahun, Begini Awal Kisah Cinta Ani Yudhoyono-SBY, Jatuh Cinta Pandangan Pertama
Baca: Usai Dorong Alyssa Daguise, Al Ghazali Lakukan Ini ke Orangtua sang Kekasih, Minta Maaf?
1) Sy sangat menghormati K.H. Maimoen Zubair, baik sbg ulama, maupun sbg pribadi yg santun dan ramah. Beberapa kali sy bertemu dengan beliau. Beberapa di antaranya kebetulan bahkan bertemu di tanah suci Mekah, di pesantren Syekh Ahmad bin Muhammad Alawy Al Maliki, di Rusaifah.
2) Di tengah pembelahan dikotomis akibat situasi perpolitikan di tanah air, sy sllu berpandangan agar penilaian kita thdp para ulama sebaiknya tdk dipengaruhi oleh penilaian atas preferensi politik mereka. Hormati para ulama sama sprti menghormati para guru atau orang tua kita.
3) Justru krn sy sgt menghormati K.H. Maimoen Zubair, sy tdk rela melihat beliau diperlakukan tdk pantas hanya demi memuluskan ambisi politik seseorang ataupun sejumlah orang. Inilah yg mendorong sy menulis puisi tsb. Sy tdk rela ada ulama kita dibegal n dipermalukan semacam itu.
4) Secara bahasa, puisi yg sy tulis tidaklah rumit. Bahasanya sengaja dibuat sederhana agar dipahami luas. Hanya ada tiga kata ganti dlm puisi tsb, yaitu “kau”, “kami” dan “-Mu”. Tak perlu punya keterampilan bahasa yg tinggi untuk mengetahui siapa “kau”, “kami” dan “-Mu” di situ.