Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dr Ujang: Kebijakan Kementan Sudah Berbasis Data

Data produksi beras Badan Pusat Statistik (BPS) pendekatan baru (Kerangka Sampel Area-KSA) yang mencatat angka surplus beras

Editor: Imam Wahyudi
FOTO: Humas Kementan
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau, Dr Ujang Paman Ismail 

TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA - Seolah tak berujung, diskusi mengenai data pangan dalam kaitannya dengan arah kebijakan ketahanan pangan nasional, terus bergulir.

Data produksi beras Badan Pusat Statistik (BPS) pendekatan baru (Kerangka Sampel Area-KSA) yang mencatat angka surplus beras lebih rendah dibanding data BPS dengan pendekatan metode yang lama eye estimate, masih jadi pokok bahasan.

Sebagian pihak menyeret angka data produksi beras pendekatan KSA untuk mendorong impor beras, khawatir Indonesia bakal menghadapi kekurangan stok pangan.

Sementara kalangan petani dari sisi pihak yang memproduksi beras jelas menolaknya. Mereka memohon agar data BPS pendekatan KSA terlebih dulu melalui pengujian, sebelum akhirnya dijadikan pijakan menelurkan kebijakan impor. Karena petani adalah pihak pertama yang akan langsung merasakan dampak beras impor.

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau, Dr Ujang Paman Ismail mengajak semua pihak bijak dan berkaca kembali, bahwa disetiap penyusunan program dan kebijakan pembangunan, terutama di sektor pertanian harus berbasis pada data.

“Dalam konteks ini, ketersediaan data yang akurat dan tepat waktu menjadi krusial untuk menyusun kebijakan dan program pembangunan yang tepat, termasuk didalamnya kebijakan dan program pembangunan pertanian”, ujar UP Ismail dalam keterangan tertulisnya diterima tribun-timur.com, Jumat (16/11/18).

“Dalam hal ini, kementan tidak salah, karena selama ini pun, sudah bekerjasama dengan BPS untuk menggunakan data yang benar, dalam kebijakan dan programnya”, ujar UP ISmail

Seperti diumumkan pada akhir bulan lalu (24/10/2018) oleh BPS, bahwa pada tahun 2018 dengan pendekatan KSA menyebutkan produksi padi dalam negeri lebih tinggi dari kebutuhan. Produksi padi setara beras sebesar 32,42 juta ton. Sementara kebutuhan beras nasional sekitar 29,57 juta ton, sehingga diperkirakan akan ada surplus beras sekitar 2,85 juta ton.

UP Ismail, yang juga Ketua Perhepi Komda Pekanbaru menambahkan, pertanyaan selanjutnya adalah apa seharusnya yang dipakai pijakan bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan dan program pengembangan padi. Kalau dengan pendekatan metode KSA disepakati lebih baik dari metode sebelumnya, maka Pemerintah sudah sepatutnya memanfaatkan ketersediaan data tersebut di atas untuk dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan dan program-program pengembangan komoditas padi ke depan.

“Hal ini agar tidak menimbulkan polemik apakah pemerintah masih perlu melakukan impor atau tidak”, jelasnya.

Hampir semua pihak sepakat, bahwa akurasi data pangan pendekatan KSA lebih baik dari pendekatan eye estimate yang bebelumnya digunakan BPS. Dengan demikian, pihak-pihak yang sepakat tadi mengakui fakta, bahwa berdasarkan pendekatan KSA, Indonesia mengalami surplus beras.

“Hal ini sekaligus cermin keberhasilan upaya pemerintah dalam hal terus meningkatkan produksi pangan dalam negeri, khususnya beras”, pungkasnya.

Sedangkan bahwa jika pada akhirnya pemerintah melalui rapat koordinasi terbatas bidang perekonomian misalnya -- memutuskan perlunya langkah importasi beras -- tentu bukan karena petani di tanah air tidak mampu menyediakan beras bagi penduduk Indonesia.

“Sehingga, jangan dipahami bahwa importas itu karena masalah produksi. Tetapi lebih kepada pertimbangan menjaga stabilitas harga. Dalam rangka mendukung upaya pemerintah menjaga laju angka inflasi sesuai target. Bukan karena produksi”, tegas Dekan Fakultas Pertanian UIR tersebut.

Sebelumnya Pengamat Ekonomi Pertanian Khudori juga pernah menyampaikan, terbitnya data pangan baru BPS hendaknya menjadi momentum untuk membuat kebijakan yang lebih baik dan menyejahterakan rakyat, termasuk petani.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved