Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Wamen ESDM: SPBU yang Beroperasi di Sulteng Sudah 92 Persen

Disebutkan stok BBM hingga hari ini terpantau aman dan tidak ada antrean

Penulis: Hasan Basri | Editor: Nurul Adha Islamiah
HANDOVER
SPBU di Jalan Dewi Sartika, Palu akhirnya bisa beroperasi kembali, Minggu (7/10/2018). 

Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Wakil Menteri (Wamen) ESDM Arcandra Tahar menyampaikan progress pendistribusian BBM di wilayah Palu dan sekitarnya.

“SPBU yang operasi sudah 92%, 10 SPBU diantaranya bahkan beroperasi 24 jam. Ada 3 SPBU di Palu dan Sigi yang rusak, akan diperbaiki sesingkat-singkatnya hingga bisa pulih seperti sedia kala,” jelas Arcandra saat kunjungan ke Terminal BBM Donggala, Sulteng.

Disebutkan stok BBM hingga hari ini terpantau aman dan tidak ada antrean. Stok solar 25 hari, avtur 22 hari, bensin 2 minggu lebih cukup untuk kebutuhan BBM di Palu, Donggala, Sigi.

Untuk penyediaan LPG, Pertamina mengambil kebijakan untuk agen LPG yang tidak menyalurkan LPG 3 kg, kini diperintahkan untuk menyalurkan LPG tabung 3 kg juga.

Pasokan LPG dilakukan operasi pasar sebanyak 94 kali sejak 3 Oktober hingga hari ini. Total operasi pasar LPG sudah 94 kali. Sebanyak 31 titik operasi pasar LPG juga dilakukan di Palu, Donggala dan Sigi.

Wamen Arcandra juga meninjau Kelurahan Balaroa, Palu Barat yang merupakan salah satu lokasi terdampak likuifaksi di Kota Palu.

Arcandra menyampaikan bahwa tim Kementerian ESDM khususnya melalui Badan Geologi akan memetakan kembali daerah yang aman untuk ditinggali di wilayah Palu dan sekitarnya.

“Tim kita akan turun, memetakan kembali daerah yang aman untuk ditinggali dan mana daerah yang rawan likuifaksi,” ungkapnya.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Rudy Sehendar yang turut mendampingi Arcandra pada kesempatan tersebut, memapatkan Badan Geologi sebelumnya pada 2012 telah memetakan jalur yang melewati Petobo dan Balaroa ini sebagai wilayah dengan potensi likuifaksi tertinggi.

“Berbagai survey telah kami lakukan, di daerah ini tebal lapisan alluvial hingga 14 m, di beberapa tempat kumulatif lapisan pasirnya hingga 7,2 meter, itu kami temui di Petobo,” ungkap Rudy.

Rudy menyebut, dengan kondisi tersebut diikuti pergerakan lumpur, terjadilah semacam turbulensi karena diatasnya ada material/beban, mengakibatkan likuifaksi yang massif.

“Ini sejarahnya merupakan bekas sungai purba dan mengalami pengurukan untuk pemukiman warga. Petobo itu juga merupakan daerah lereng panjang, ketika terjadi likuifaksi, strength – nya hilang” lanjut Rudy.

Ke depan, kata Rudy, wilayah ini akan menjadi memorial fact, tidak akan dihuni lagi. ”Area ini akan mulai ditimbun, untuk dijadikan memorial park dalam bentuk luar terbuka hijau. Saat ini kita sedang menunggu bondering areanya,” ujar Rudy.

“Masyarakat yang sebelumnya menghuni wilayah rawan likuifaksi akan dipindahkan ke hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) yang akan kita koordinasikan lagi dengan Pemerintah setempat,” pungkas Rudy.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved