Energi Kita Energi Pertamina
Muh Farhan - Segudang Manfaat Ekosistem Laut yang Terabaikan
Masyarakat pesisir yang hidupnya sangat bergantung dengan laut, terkadang mengabaikan aspek-aspek yang dapat merusak ekosistem laut.
TRIBUN-TIMUR.COM - Ini adalah artikel nominasi lomba penulisan yang diselenggarakan PT Pertamina (Persero) MOR VII Sulawesi kerjasama dengan Tribun Timur.
Penulis: Muh Farhan
Indonesia merupakan negara yang wilayahnya dilintasi oleh garis khatulistiwa yang membuat hampir seluruh wilayah Indonesia beriklim tropis. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terbentang dari Sabang hingga Merauke yang luas lautnya melebihi luas daratannya. Maka demikian banyak beberapa daerah yang berbatasan langsung dengan laut, yang penduduk sekitar daerah tersebut biasa kita dengar dengan istilah masyarakat pesisir yang rata-rata pekerjaannya sebagai nelayan serta kehidupannya sangat bergantung terhadap laut. Provinsi Sulawesi Selatan sendiri adalah salah satu provinsi di Indonesia yang secara geografis merupakan daerah berbasis kelautan yang sangat besar. Provinsi Sulawesi Selatan memiliki garis pantai sepanjang 1.937 Km dan luas perairan laut 266.877 Km2. Itu dikarenakan Dari 24 kabupaten yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan 2/3 diantaranya adalah kabupaten yang memiliki wilayah pesisir dan laut. Selain itu Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 263 pulau-pulau kecil yang tersebar di beberapa kabupaten diantaranya Makassar, Kabupaten Selayar, Kabupaten Bone, Kabupaten Pangkaje’ne dan Kepulauan (Pangkep).
Masyarakat pesisir yang hidupnya sangat bergantung dengan laut, terkadang mengabaikan aspek-aspek yang dapat merusak ekosistem laut. Kegiatan-kegiatan seperti menebang pohon mangrove (bakau),melakukan pegeboman ikan dan menginjak tumbuhan padang lamun. Semua kegiatan-kegiatan tersebut dapat merusak ekosistem laut secara tidak langsung yang dapat berdampak panjang kedepannya jika hal tersebut berlangsung secara terus menerus. Salah satu pulau yang berada tidak jauh dari Kota Makassar yakni Barrang Lompo, kondisi perilaku masyarakatnya sangat tidak mencerminkan dalam bentuk pelestarian lingkungan dimana kebiasaan masyarakat pulau Barrang Lompo membuang seluruh sampah rumah tangganya langsung kelaut. Perilaku tersebut sangat berbahaya bagi ekosistem laut dikarenakan dapat mencemari laut dan merusak lingkungan pesisir.
Pertamina sebagai BUMN terbesar yang ada di Indonesia sudah banyak berkontribusi nyata terhadap upaya peningkatan konservasi sumber daya hayati laut dan tanggung jawab sosial terhadap lingkungan. Terbukti beberapa bantuan dana untuk beberapa program seperti PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) diatur dalam Permen-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Beberapa bulan lalu pertamina memberikan bantuan dana untuk UKM di Sulawesi Selatan begitu pula setahun lalu pertamina juga melakukan MOU kerja sama pengelolaan kawasan konservasi mangrove untuk Mangrove Center Makassar yakni penanaman 70.000 pohon mangrove yang dilakukan bersama dengan Walikota Makassar. Beberapa kali juga pertamina mengadakan kegiatan transplantasi terumbu karang untuk memperluas tutupan terumbu karang didaerah yang terumbu karangnya telah rusak.
Upaya yang dilakukan pertamina dalam meningkatkan konservasi sumber daya hayati laut agar terciptanya ruang terbuka hijau sudah sangat baik. Saya pribadi sebagai salah satu mahasiswa jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin sangat berharap besar terhadap pertamina akan adanya suatu program penyadaran dan pemberdayaan terhadap masyarakat pesisir Indonesia khususnya Sulawesi Selatan bahwa betapa pentingnya ekosistem laut dalam menunjang perekonomian masyarakat pesisir. Bentuk program pertamina akan penanaman rasa tanggung jawab kepada masyarakat pesisir perihal pentingnya ekosistem laut bisa berupa sosialisasi dan aksi nyata untuk keberlangsungan ekosistem laut itu sendiri. Pertamina juga dapat bekerja sama denganKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar limbah rumah tangga dari masyarakat pulau yang biasanya dibuang langsung ke laut dapat di kelola sehingga dijadikan bioenergi yang dapat dimanfaatkan kembali menjadi sumber listrik dari gas metana hasil limbah sampah rumah tangga tersebut. Program ini harus bertahap dan selalu dipantau agar semua dapat berjalan lancar serta tepat sasaran karena percuma melakukan banyak program konservasi tetapi hasil yang ingin dicapai nihil karena kurangnya pemantauan dan evaluasi secara bertahap.
Kebanyakan program konservasi dibidang sumber daya hayati laut hanya sampai kepada melakukan kegiatan dan jarang yang melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat pesisir, begitu pula juga kurangnya pemantauan dari hasil konservasi sumber daya hayati laut yang dapat rusak kembali jika tidak ada pemantauan yang dilakukansecara bertahap. Pertamina dalam hal ini selaku penyelenggara dapat melibatkan masyarakat pesisir sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab untuk menjaga ekosistem laut secara tidak langsung.
Kedepannya saya berharap dengan program ini rasa tanggung jawab dari masyarakat pesisir akan tumbuh serta dapat merawat dan menjaga ekosistem laut lebih ramah lingkungan. Semoga pertamina tetap meningkatkan program konservasi sumber daya hayati laut jauh lebih baik lagi dan mengedepankan inovasi-inovasi baru agar anak cucu kita kelak dapat merasakan dan melihat langsung ekosistem laut yang lingkungannya masih terjaga dengan baik. (*)