Andi Maddusila Sebut Demokrasi di Gowa Mati Suri, Ini Alasannya
Di mata Maddusila, inilah bahayanya ketika sebuah daerah terlalu dikuasai oleh satu kelompok saja.
Penulis: Abdul Azis | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur Abdul Azis Alimuddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Raja Gowa ke-37 Andi Maddusila Karaeng Ijo (67) menilai, demokrasi di Gowa sudah mati.
Penilaian Andi Maddusila disandarkan pada dinamika Partai Golkar Gowa soal pergantian Ansar Zainal Bate sebagai Ketua DPRD Gowa.
"Kalau Partai Golkar saja bisa dijegal menjalankan aturan partainya, bagaimana dengan partai lain yang kecil-kecil. Ini artinya, di Gowa ini telah tercipta monarki absolute. Kekuatan yang sangat dominan sehingga mematikan demokrasi," katanya, Senin (21/8/2017).
Dalam rilis yang diterima Tribun Timur, di Gowa, kekuasaan absolute tercermin pada trias politika yang dikuasai oleh satu kelompok saja atau satu keluarga.
"Bayangkan saja kalau eksekutif sudah dikuasai, lalu legislatif yang idealnya mengontrol eksekutif juga sudah dikuasai. Yudikatif juga hampir begitu. Tidak ada lagi perimbangan kekuatan agar demokrasi bisa berjalan di Gowa. Kasihankan," ujarnya.
Di mata Maddusila, inilah bahayanya ketika sebuah daerah terlalu dikuasai oleh satu kelompok saja.
Pemerintahan Gowa dalam dua dasawarsa terakhir memang dikendalikan oleh klan Yasin Limpo.
"Demokrasi Gowa sedang mati suri. Jadi perlu diselamatkan," ungkapnya.
Sebelumnya, surat pergantian antar waktu (PAW) Ansar Zainal Bate gagal dibacakan dalam rapat Paripurna DPRD Gowa. Penyebabnya, surat tersebut tidak diketahui berada di mana.
Surat hilang tanpa jejak, meski registrasi surat masuk jelas tertera dalam catatan persuratan di Sekretariat DPRD Gowa.(*)