Sulsel Kehilangan Ulama Ahli Qawaid; AGH Bakry Kadir

TRIBUN-TIMUR.COM-Innalillahi wa inna ilahi Rajiun.Sulsel kehilangan salah satu ulama ahli Tata Bahasa Arab, Qawaidnya, Kamis (24/5/2017) sore.

Ulama ahli Qawaid itu adalah AGH Drs Bakri Kadir (67) tahun. Almarhum adalah murid langsung dari mendiang guru besar Ilmu Qawaid IAIN Alauddin Dr H Mustafa Nuri MA dan AGH Bustani Syarief MA.

AGH Bakry Wahid meninggal dunia di kediamannya di Jl Sunu III, Makassar, setelah terserang stroke ke-4nya.

Sejak sore tadi, pelayat terus berdatangan ke rumah ayah 6 anak dan 19 cucu ini.
KEtua MUI Sulsel AGH Sanusi Baco LC, Kakanwil Kemenag Sulsel Drs Wahid Thahir MAg, Rektor UIM Makassar Prof Dr Ir Majdah Muhyiddin Zain, MS, terrmasuk pelayat pertama.

Karangan bunga dari Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu'mang, Wali Kota Makassar Danny Pomanto, Ketua DPW PKB Sulsel Azhar Arsyad, Ketua IKA PMII  Sulsel AGH Kadir Ahmad, Imam Besar Masjid Istiqlal juga terlihat di depan rumah ayah dari IMam Besar Masjid Almarkaz Al Islami KH DR Muammar Bakry MA ini.

Mendiang KH Bakry Wahid lahir di Ganra, Soppeng, 1 januari 1950. Pendidikan diniyah hingga aliyah dihabiskan di Madrasah Diniayah Arabiyah di Ganra.
Pendidikan sarjananya diselesaikan di Fakultas Adab IAIN Alauddin Makassar.

Almarhum juga jadi imam tetap di Masjid Haqqul Yaqin, Jl Sunu, dan pembina pesantren di Pondok Madinah Makassar, Ponpes Nahdlatul Ulum Maros, dan terakhir masih sering memberi pengajian kitab di Ponpes Alfakhriyah Bulurokeng, Biringkanaya, Makassar.

Salah seorang santrinya di Pondok Madinah, yang kini menjadi pengajar di Islamic Studies di New Zealand, menulis kesan khususnya tentang Kiainya;

AGH Bakri Kadir, Kyai Tradisionil Pengabdi

 Faried F. Saenong 

(Pengajar Islamic Studies di New Zealand)

Duka mendalam buat Sulawesi Selatan khususnya, Anre Gurutta KH Bakri Kadir meninggal dunia Rabu, 24 Mei 2017 menjelang kita memasuki bulan Ramadhan. Allah kembali menarik sebagian ilmu-Nya dengan memanggil kekasih-kekasih-Nya, uama pewaris Nabi, ulama pemanggul ilmu. Sosok Gurutta’ satu ini unik, mumpuni dan special di mata santri-santrinya 

Saya mengenal langsung beliau ketika pertama kali memasuki dunia santri dan pesantren secara riil di Pesantren Pondok Madinah Ujung Pandang (sekarang Makassar. Kesan pertama, beliau adalah ulama Kalam, karena dari beliau, kami belajar dasar-dasar Ilmu Kalam. Dari beliau, kami mengaji dan khatam kitab al-Jawahir al-Kalamiyah karya Thahir b. Shalih al-Jaza’iri (1852-1920) dan kitab al-Hushun al-Hamidiyah karya Sayyid Husayn Affandi (). Keduanya termasuk kitab-kitab dasar Ilmu Kalam dalam tradisi Sunni tradisionil di berbagai pesantren.

Kesan lain, bahkan ini adalah kesan terkuat di sanubari semua santrinya, beliau adalah ahli tata bahasa Arab. Beliau adalah pakar Qawa’id, sebuah sebutan disiplin tata Bahasa Arab yang keahliannya dapat membedah seluruh aspek kalimat per kalimat, kata perkata secara detail dan mendalam. Kami belajar dan mendalami Qawa’id dan I’rab (bedah kalimat). Kami semua santrinya sepakat beliau adalah guru Qawa’id yang paling keras sekaligus tersabar. Saya sendiri (dan santri di Makassar) mungkin hanya mengenal AGH Bakri Kadir dan AGH Bustani Syarif sebagai dua tokoh besar Qawa’id dan I’rab di Sulawesi Selatan. Keduanya mirip kalau sedang mengajar dua mata pelajaran ini; suaranya keras dan lantang, serta sering menghukum santri yang mengi’rab keliru.

Tetapi Gurutta’ Bakri sangat spesial. Ketika mengajar Qawa’id dan I’rab, suaranya membahana di seluruh ruangan dan masjid pesantren; suara yang paling ditakuti para santri. Paha saya yang kecil bin mungil pernah beliau injak, dan perut saya pernah beliau cubit memutar, karena keliru mengi’rab. Begitupun, santri lainnya tidak lepas dari cara beliau mengajar seperti ini.