Mahful Muis, Pendiri Gafatar yang Kukenal
M adalah huruf favorit keluarga ini.
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Edi Sumardi
Laporan Wartawan Tribun Timur, Thamzil Thahir
TRIBUN-TIMUR.COM - Tomanurung belum melekat di belakang nama Mahful (40 tahun), saat aku mengenalnya 30 tahun silam.
Kala itu, di belakang nama pendiri Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ini, Muis belaka.
Muis adalah nama mendiang ayahnya. Lengkapnya Muis Tutu. Pak Muis adalah Kepala SD Tonasa II Siloro, di KecamatanBungoro, Pangkep, Sulawesi Selatan.
Mahful adalah anak tengah dari lima bersaudara.
M adalah huruf favorit keluarga ini.
Nama tiga saudara lelaki, dan satu kakak wanita Mahful, selalu dimulai dengan alfabet ke-13 ini.
Tomanurung itu prasa Bugis. Kira-kira artinya "manusia dari langit".
Yang kubaca dari sebuah blog, frasa tomanurung, mulai melekat, sebelum Mahful terpilih jadi Ketua Umum DPP Gafatar, di kongres Jakarta, 11 Agustus 2011 lalu.
Empat tahun kemudian, 13 Agustus 2015, Mahful resmi jadi mantan ketua umum.
Organisasi ini bubar resmi dalam musyawarah nasional luar biasa. Mahful membiarkan ribuan pengikutnya memilih aliran dan hidupnya sendiri.
Hilangnya seorang dokter muda di Yogyakarta, awal Januari, dan pembakaran pemukiman eks-Gafatar di Kalimantan Barat, membuat Mahful jadi incaran pewarta se-Nusantara.
Hingga akhirnya, Rabu (27/1/2016) lalu, Mahful muncul. Dia jumpa pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jl Diponegoro 74, Jakarta.
Lokasi jumpa pers di Kantor YLBHI yang berjarak 15 kmdari kantor DPP Gafatar, Jl Ciputat Raya nomor 264, RT06 RW 08, PondokPinang, Kebayoran Lama, Jakarta.
Aku kaget sekaligus mafhum, kala di depan wartawan itu, Mahful menegaskan Islam bukan lagi ideologinya.