Lapak Darurat Sentral Diduga Diperjualbelikan
diduga dijual dari harga tiga juta hingga lima juta, sesuai strategis keberadaan lapak tersebut. Informasi ini diperoleh Tribun dari Jaja (38) salah
Editor:
Ridwan Putra
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Lapak-lapak yang dibangun pemerintah kota Makassar yang berjumlah 260
petak untuk menampung eks pedagang korban kebakaran Pasar Sentral,
diduga dijual dari harga tiga juta hingga lima juta, sesuai strategis
keberadaan lapak tersebut. Informasi ini diperoleh Tribun dari Jaja (38)
salah seorang pedagang disekitar Pasar Sentral yang minta namanya
disamarkan, Minggu (2/9)
Menurut Jaja, bagaimana mungkin eks pedagang pasar Sentral hendak menempati lapak-lapak disepanjang Jl Dr Wahidin Sudirohusodo hingga di Jl Pangeran Ponegoro, pertama akses jalan sempit dan tidak ada lagi lahan parkir. Kedua lapak-lapak itu dijual dari harga tiga juta hingga lima juta.
Yang ketiga, lapak-lapak disepanjang Jl Dr Wahidin Sudirohusodo hingga Jl Pangeran Diponegoro, belum terisi karena ada lapak-lapak baru yang dibangun mengelilingi taman segitiga yang terdapat antara Jl Nusakambangan dan Jl KH Ramly.
Lapak-lapak yang baru saja dibangun ini, sudah dipadati pedagang karena letaknya sangat strategis, berada sangat dekat pasar Sentral dan bertetangga dengan lapak-lapak yang dibangun disepanjang Jl Hos Cokroaminto.
Menurut informasi yang diperoleh Tribun dilokasi sekitar Pasar Sentral, tiap hari para pedagang yang menempati lapak-lapak disekitar Jl Nusankambangan dan sekitarnya ditagih oleh para preman. Dan diantara penangih itu, ada yang memakai atribut wartawan Tabloid. Kata seorang pedagang yang tidak ingin tersebut identitasnya.
Baberapa pengguna jalan yang sempat ditanyai Tribun, seratus persen mengeluh. Jaja menambahkan disekitar lapak-lapak yang dibangun pemerintah kota, utamanya lapak yang berjejer kosong menghadap kebarat Jl Dr Wahidin Sudirohusodo, kerap terjadi pertengkaran yang hampir berujung perkelahian.
Yang bertengkar adalah pengguna Jalan dengan para pembeli yang memarkir kendaraannya didepan toko yang dikunjunginya. Pantauan Tribun di Jl Dr Wahidin Sudirohusodo. Setiap ada pembeli yang mengendarai mobil untuk belanja di Jl Dr Wahidin Sudirohusodo, tukang parkirpun bergegas berlari untuk melipat kaca-kaca spion kendaraan para pembeli yang berkunjung di toko yang terdapat disepanjang JL Dr Wahidin Sudirohusodo.
Kejadian ini sebagai bukti sempitnya akses jalan yang dibanguni lapak-lapak tersebut. Kemacetan pun terjadi tiap hari, karena akses Jl Hos Cokroaminoto, Jl Nusakambangan, Jl KH Ramly hingga Jl Dr Wahidin Sudirohuso adalah juga akses jalur angkutan kota.
Di Jl KH Ramly perempatan Jl Dr Wahidin Sudirohusodo, tiap hari kendaraan bukan terkesan terparkir rapih, melainkan menjadi lahan kandang mobil yang tersusun seronoh tanpa memperdulikan pengguna jalan lainnya. Yang ironi, bekas tempat air mancur pasar Sentral yang dibangun era Walikota Makassar, HM Daeng Patompo, kini menjadi pos Polisi Lalulintas.
Meski ada Pos Polisi Lalulintas tetapi kemacetan tetap tak terhindarkan, karena para supir angkot kerap-kerap berhenti menunggu, menaikkan dan menurunkan penumpang diantara lapak-lapak yang dibangu pemerintah kota Makassar.(*)
Menurut Jaja, bagaimana mungkin eks pedagang pasar Sentral hendak menempati lapak-lapak disepanjang Jl Dr Wahidin Sudirohusodo hingga di Jl Pangeran Ponegoro, pertama akses jalan sempit dan tidak ada lagi lahan parkir. Kedua lapak-lapak itu dijual dari harga tiga juta hingga lima juta.
Yang ketiga, lapak-lapak disepanjang Jl Dr Wahidin Sudirohusodo hingga Jl Pangeran Diponegoro, belum terisi karena ada lapak-lapak baru yang dibangun mengelilingi taman segitiga yang terdapat antara Jl Nusakambangan dan Jl KH Ramly.
Lapak-lapak yang baru saja dibangun ini, sudah dipadati pedagang karena letaknya sangat strategis, berada sangat dekat pasar Sentral dan bertetangga dengan lapak-lapak yang dibangun disepanjang Jl Hos Cokroaminto.
Menurut informasi yang diperoleh Tribun dilokasi sekitar Pasar Sentral, tiap hari para pedagang yang menempati lapak-lapak disekitar Jl Nusankambangan dan sekitarnya ditagih oleh para preman. Dan diantara penangih itu, ada yang memakai atribut wartawan Tabloid. Kata seorang pedagang yang tidak ingin tersebut identitasnya.
Baberapa pengguna jalan yang sempat ditanyai Tribun, seratus persen mengeluh. Jaja menambahkan disekitar lapak-lapak yang dibangun pemerintah kota, utamanya lapak yang berjejer kosong menghadap kebarat Jl Dr Wahidin Sudirohusodo, kerap terjadi pertengkaran yang hampir berujung perkelahian.
Yang bertengkar adalah pengguna Jalan dengan para pembeli yang memarkir kendaraannya didepan toko yang dikunjunginya. Pantauan Tribun di Jl Dr Wahidin Sudirohusodo. Setiap ada pembeli yang mengendarai mobil untuk belanja di Jl Dr Wahidin Sudirohusodo, tukang parkirpun bergegas berlari untuk melipat kaca-kaca spion kendaraan para pembeli yang berkunjung di toko yang terdapat disepanjang JL Dr Wahidin Sudirohusodo.
Kejadian ini sebagai bukti sempitnya akses jalan yang dibanguni lapak-lapak tersebut. Kemacetan pun terjadi tiap hari, karena akses Jl Hos Cokroaminoto, Jl Nusakambangan, Jl KH Ramly hingga Jl Dr Wahidin Sudirohuso adalah juga akses jalur angkutan kota.
Di Jl KH Ramly perempatan Jl Dr Wahidin Sudirohusodo, tiap hari kendaraan bukan terkesan terparkir rapih, melainkan menjadi lahan kandang mobil yang tersusun seronoh tanpa memperdulikan pengguna jalan lainnya. Yang ironi, bekas tempat air mancur pasar Sentral yang dibangun era Walikota Makassar, HM Daeng Patompo, kini menjadi pos Polisi Lalulintas.
Meski ada Pos Polisi Lalulintas tetapi kemacetan tetap tak terhindarkan, karena para supir angkot kerap-kerap berhenti menunggu, menaikkan dan menurunkan penumpang diantara lapak-lapak yang dibangu pemerintah kota Makassar.(*)