Spesies Baru Kelelawar Tanpa Ekor Ada di Sulawesi
di Sulawesi yang dinamai Thoopterus suhaniae.
"Kelelawar ini berbeda karena memiliki rahang yang lebih besar, lengan lebih panjang dan ekornya tidak ada atau mengalami reduksi menjadi rudiment. Punya ekor tetapi tidak tampak," ungkap Ibnu saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/7/2012).
Ciri yang lain, bagian uropatagium (area antara dua kaki depan) sangat minim bulu serta bukaan uretra atau saluran kecil pada penis tak terlalu tampak.
Ibnu mengatakan bahwa semula, Thoopterus suhaniae diduga merupakan spesies Thoopterus nigrescens. Namun, karena ada ciri berbeda pada kelelawar itu, Ibnu dan rekan melakukan penelitian lebih lanjut dan membuktikan bahwa fauna itu memang spesies baru.
Untuk mengonfirmasi bahwa Thoopterus suhaniae merupakan spesies baru, Ibnu dan rekan melakukan analisis pada 102 spesimen yang diambil dari wilayah Sulawesi Tengah, Buton, Sula, Talaud dan Kepulauan Wowoni.
Ibnu menuturkan, spesies baru ini merupakan persembahan bagi istri rekan kerjanya yang meninggal saat melakukan penelitian di Taman Nasional Lore Lindu tahun 2000 silam.
"Nama suhaniae diambil
dari nama istri teman penelitian saya, Mohammad Yani, yang meninggal
saat kami penelitian. Nama istrinya Suhaniah, meninggal pada 31 Maret
2000 lalu," ungkap Ibnu.
Thoopterus suhaniae merupakan
jenis kelelawar ukuran sedang yang memakan buah. Jenis kelelawar ini
terdistribusi di daratan 60 - 2100 meter di atas permukaan laut.
Habitatnya bisa berupa hutan primer, sekunder maupun kebun kopi. Meski
demikian, fauna ini lebih banyak terdapat di hutan primer dataran rendah
dan menengah.
Thoopterus suhaniae adalah spesies kedua dari genus Thoopterus yang ditemukan di Sulawesi. Penemuan ini menunjukkan bahwa Sulawesi merupakan 'hot spot' evolusi Pteropodidae.
Pteropodidae merupakan golongan kelelawar yang memiliki mata besar, memakan buah atau bunga serta tersebar di di Afrika, Asia Tenggara dan Australia. Beberapa spesies kelelawar golongan ini termasuk soliter, mendiami pohon maupun gua.
Ibnu menjelaskan, perusakan hutan primer dan perburuan kelelawar di utara dan tengah Sulawesi mengancam populasi kelelawar spesies baru ini. Karenanya, upaya konservasi diperlukan.
Hasil riset ini dipublikasikan di Records of the Western Australian Museum bulan Juni 2012 lalu.(*)